REPUBLIKA.CO.ID,SOLO -- Badan Kepegawaian Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Solo mengatakan banyak tenaga honorer dalam pengajuan gagal karena tidak paham syarat dan mekanismenya. Khususnya pada proses penyegaran data diri.
Kepala BKPSDM Dwi Ariyatno mengatakan bahwa banyak protes dari tenaga honorer yang gagal mendaftarkan dirinya menjadi Tenaga Kerja dengan Perjanjian Kerja (TKPK). Namun, ia menjelaskan hal tersebut karena ada kesalahan proses pada update dan upload data yang menjadi tanggung jawab pribadi.
"Komplain banyak lebih banyak karena tidak tahu dan paham kriteria syarat dan mekanisme pendataan. Termasuk kesalahan proses update dan upload dokumen yg menjadi tanggung jawab mandiri dari masing-masing pegawai," kata Dwi ketika dihubungi Republika, Rabu (28/9/2022) sore.
Dwi menjelaskan bahwa dari total usulan per 28 September untuk menjadi (TKPK) di Kota Solo ada 4.906. Sedangkan 1.192 gagal memenuhi kriteria.
"Yang memenuhi kriteria ada 3714, sedangkan ada 3565 yang berhasil diimpor dan 151 gagal diimport," terangnya.
Dwi menjelaskan bahwa prosesnya akan dibagi menjadi 8 dengan 2 tahap pendataan, yakni verifikasi dan validasi. Hal tersebut sesuai dengan Surat Edaran bernomor B/185/M.SM.02.03/2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Salah satu poinnya adalah adanya larangan pengangkatan pegawai diluar status PNS dan PPPK.
"Poin pertama adalah sumber pendapatan, umur minimal 20 tahun maksimal 56 tahun per Desember 2021, diangkat oleh kepala unit kerja, masa kerja per 31 Desember 2021 minimal 1 tahun. Itu yang bisa diverifikasi sejak awal berdasarkan kondisi terakhir," terangnya.
Proses validasi sendiri dilakukan oleh BKPSDM menggunakan sistem yang sudah disesuaikan oleh Badan Kepegawaian Nasional (BKN). Nantinya apabila ada data yang tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan otomatis data tersebut tidak bisa diimport.
"Ada beberapa kriteria yang diatur di dalam sistem itu yang kemudian kalau ada ketidak sesuaian dengan data yang diminta itu nanti akan ada reject (penolakan). Misal ada permintaan terkait data pendidikan terkait dengan usia yang berdasarkan perhitungan yang melebihi jadinya otomatis tertolak," katanya.
Namun, Dwi menjelaskan bahwa proses ini hanya sebagai pemetaan semata dan tidak menentukan apakah nanti akan terseleksi sebagai TKPK atau tidak. Ia mengatakan bahwa pendataan hanya sebagai proses inventarisasi sedangkan pengelolaannya akan dirumuskan oleh BKN.
"Harapannya itu nanti akan menjadi dasar untuk formula kebijakan terkait dengan solusi penanganan honorer atau pegawai di daerah. Proses pemecahan atau pendataan itu tidak ada kaitannya dengan proses seleksi itu semata inventarisasi yang ada di daerah untuk kemudian nantinya akan menjadi bahan formulasi kebijakan," pungkasnya.