Senin 10 Oct 2022 10:23 WIB

Maulid Nabi Muhammad SAW, Penting bagi Umat Baca Kembali Sirah Nabi

Yang wajib disampaikan adalah wahyu Allah SWT mengajak akan kebaikan.

Peringatan Maulid Nabi SAW, ilustrasi
Foto: Tahta/Republika
Peringatan Maulid Nabi SAW, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu pentingnya memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW adalah mengingat dan membaca kembali sirah Nabi sebagai cara untuk meneladaninya. Dalam konteks saat ini, keteladanan yang penting juga harus diraih adalah melalui cara dan praktik Rasulullah dalam berpolitik membangun sebuah komunitas ummah.

Ketua Gugus Tugas Pemuka Agama (GTPA) BNPT RI, Mahmudi Affan Rangkuti, menilai pentingnya umat untuk bermuhasabah. Hal ini sebagai refleksi diri dalam memperingati dan merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan meneladani keempat sifatnya yakni Siddiq, Amanah, Tabligh, dan Fatanah terutama dalam konteks membangun kehidupan berbangsa antar umat.

"Momen ini (maulid Nabi) dinanti kalangan umat Islam untuk bermuhasabah apakah para pengikutnya sudah benar ittiba' atau mengikuti sifat, etika, kesantunan, perkataan, dan perbuatan Nabi Muhammad SAW. Muhasabah ini urgen dan esensi untuk menjadi refleksi kita umat Islam sebagai pengikutnya,”ujarnya Mahmudi Affan Rangkuti di Jakarta, Jumat (7/10/2022).

Dirinya melanjutkan, melalui sifat yang pertama yaitu Siddiq atau benar, dalam konteks kekinian sejatinya umat harus cerdas dan bijaksana dalam menyampaikan serta memilah informasi agar tidak terjebak dalam pergumulan hidup di era digital.

Kedua yaitu Amanah atau dapat dipercaya, yang bermakna bahwa umat harus waspada dalam interaksi sosial yang kini kerap diwarnai dengan pembohongan. Misalnya pembelokan fakta terkait ajaran jihad yang justru membawa kepada kemudharatan, maksiat, dan lain sebagainya.

“Ketiga, Tabligh atau menyampaikan. Tentu yang disampaikan dalam hal ini adalah wahyu Allah SWT. Wahyu yang mengajak akan kebaikan. Mengajak kepada hal yang baik dan maslahat bagi alam semesta berikut isinya,” jelas pria yang juga Ketua Pengurus Besar Al-Washliyah yang merupakan ormas Islam anggota dari Lembanga Persahabatan Ormas Islam dan Ormas Keagamaan (LPOI-LPOK) ini.

Lalu yang keempat adalah, Fathanah atau Cerdas. Mahmudi menyebut sifat ini sebagai sifat yang sangat moderat. Sifat ini menggambarkan pada keseimbangan dalam menjalankan hidup. Tak ke kiri juga tak ke kanan, akan tetapi stabil berada diposisi tengah. Menyatukan, mendamaikan, membuat jadi normal.

“Umat Islam diyakini semua tahu dan memahami keempat Sifat Nabi Muhammad SAW ini. Akan tetapi mau atau tidak menjalankannya, ini problem statemennya. Maka dalam Maulid Nabi Muhammad SAW di 2022 ini sudah sepatutnya kita merenung, instropeksi dengan satu sikap muhasabah untuk memulai dengan berbicara tenang dengan hati sendiri apakah benar kita mencintai Nabi Muhammad SAW?” uacapnya.

Tak hanya itu, Ketua Umum Pengurus Besar Forum Komunikasi Alumni Petugas Haji Indonesia (PB FKAPHI) ini menilai dalam konteks berbangsa dan bernegara, sejatinya Rasulullah bahkan Islam pun telah memiliki konsep yang final dan wajib diteladani oleh segenap umat guna menyuburkan rasa cinta tanah air, bangsa dan negara.

“Apa-apa yang sudah diwariskan Nabi Muhammad, SAW sudah sangat jelas dan tak perlu untuk diperdebatkan. Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin dan itu final dalam muatan mengabdi pada bangsa dan negara. Tugas kita adalah bagaimana menghadirkan 'Wajah Allah SWT' di muka bumi, dan menghadirkan 'Senyuman Nabi Muhammad SAW' di peradaban saat ini,”ungkapnya.

Dengan menghadirkan 'Wajah Allah SWT' dan 'Senyuman Nabi Muhammad SAW' di muka bumi melalui ittiba' pada sifat Nabi, dirinya meyakini dengan sendirinya akan tercipta atmosfir baru dari kondisi saat ini yang sarat akan narasi yang kerap mempertentangkan bentuk negara bangsa Indonesia ini agar digantikan dengan bentuk negara dan hukum yang berlandaskan keagamaan. Hal ini dikarenakan bangsa ini sangat mengayomi terhadap keragaman suku, adat dan budaya

“Dengan menghadirkan 'Wajah Allah SWT' dan 'Senyuman Nabi Muhammad SAW' di muka bumi melalui ittiba' pada sifat Nabi Muhammad SAW maka diyakini akan menghadirkan atmosfir baru dengan melakukan kontra narasi sekaligus penyadaran secara masif bahwa anasir yang selama ini melakukan propaganda dan sejenisnya yang menentang bentuk negara dan ideologi negara adalah salah,” ujarnya.

Apabila jika sikap cinta dan rasa memiliki tanah air ini semakin subur maka menurtnya badan ini, jiwa ini akan bergerak dengan sendirinya untuk bersama membangun negeri dan menjaga negeri dari anasir-anasir yang mencoba untuk merongrongnya.

Terakhir, pria yang juga Wakil Ketua Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia (KPEU MUI) ini juga berharap, tidak hanya masyarakat yang wajib bermuhasabah dan merefleksi diri, namun juga segenap pemimpin bangsa. Pemerintah dalam hal ini bisa melakukan gerakan awal yaitu takwa yang dibungkus dengan tiga protokol dalam menjalankan aktivitas hidup dalam berbangsa dan bernegara

“Protokol Pertama, tidak boleh Rafats (amoral). Protokol Kedua, tidak boleh Fusuq (mencaci). Protokol Ketiga, tidak boleh Jidal (bertengkar). Ketika itu dijalankan, Insya Allah akan dijauhkan dari perbuatan pertikaian, perkelahian, permusuhan, huru-hara, peperangan dan sejenisnya  Dan tentunya masyarakat akan diberikan jalan menuju takwa yang dihiasi dengan jalan yang damai dan indah,” katanya mengakhiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement