Jumat 14 Oct 2022 19:06 WIB

Perhutani Ungkap Proyek Saluran Air Bersih Lereng Gn Slamet tidak Sesuai Kesepakatan

Komunikasi terakhir Perhutani dengan pemohon adalah saat tanda tangan MoU kedua.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Muhammad Fakhruddin
Wilayah lereng selatan gunung Slamet yang mengalami kerusakan akibat proyek pengadaan air bersih.
Foto: Pemdes Kalisalak
Wilayah lereng selatan gunung Slamet yang mengalami kerusakan akibat proyek pengadaan air bersih.

REPUBLIKA.CO.ID,BANYUMAS -- Proyek saluran air bersih di kawasan hutan lindung di kaki Gunung Slamet Desa Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas menimbulkan polemik. Tidak hanya diprotes warga karena tidak adanya sosialisasi, proyek ini rupanya dilaksanakan tidak sesuai dengan kesepakatan awal.

Wakil Administratur atau Kepala Sub Kesatuan Pemangku (KPH) Banyumas Timur, Hari Dwi Hutanto, membenarkan ada perjanjian kesepakatan kerjasama dalam pengelolaan air dengan pemohon yaitu dari Perumda Tirta Mulya, Pemalang. Namun, proyek saluran air bersih itu tidak sesuai dengan kesepakatan awal.

Hal ini karena kesepakatan titik sumber air yang akan dimanfaatkan mulanya adalah di wilayah Desa Ketenger, Kecamatan Baturraden.

"Awalnya di Ketenger, dengan koordinat mata air di Kalipagu. Tapi yang kami sesali dari pihak pemohon tidak ada komunikasi terkait perpindahan titik itu," jelas Hari, Jumat (14/10/22).

Dari pemaparannya tersebut, titik koordinat mata air dari kesepakatan pertama yaitu berjarak 15,8 km di Ketenger rupanya menjadi bergeser ke Kalisalak, Kedungbanteng, dan menjadi 22 km.

Perhutani KPH Banyumas Timur mengaku telah melaksanakan perjanjian tersebut sesuai dengan aturan keputusan direksi Perum Perhutani No 760/KPTS/DIR/2018 tentang pedoman kerjasama pemanfaatan hutan. Dengan kata lain, pihak Perhutani KPH Banyumas Timur mengaku tidak menyangka titik tersebut bergeser tanpa ada komunikasi apapun dengan pemohon.

Hari menambahkan, komunikasi terakhir Perhutani dengan pemohon adalah saat tanda tangan MoU kedua pada 22 Januari 2022. Isi perjanjian kerjasama tersebut berupa kesepakatan melegalkan untuk survei, ijin lewat material sekaligus melakukan analisis dampak lingkungan. Perhutani juga mengakui bahwa Amdal sendiri masih belum diketahui gambaran aslinya.

"Ijinnya ada, tapi lokasinya tiba-tiba bergeser ke Kalisalak, Kedungbanteng. Padahal yang mestinya dikerjakan di Ketenger dan memang amdalnya tidak mencantumkan di Kedungbanteng," ungkapnya.

Akibatnya, gejolak telah terjadi di Desa Kalisalak, karena kemarahan dan kekecewaan warga memuncak melihat pengerjaan proyek saat ini sudah mencapai 80 persen, sementara sosialisasi belum pernah dilakukan.

Mengenai hal ini, pihak Perhutani mengaku semestinya proyek dihentikan sementara karena jauh dari komitmen awal. Soal pengawasan saat menggarap proyek, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) sebenarnya sudah diikutkan, akan tetapi hanya sampai titik kesepakatan awal yaitu di Ketenger.

Adapun solusi dari permasalahan ini menurutnya adalah kembali ke kesepakatan awal perjanjian. Selain itu, apabila ada kerusakan, maka harus ada ganti rugi dari pihak pemohon.

Skema kerjasama dalam pemanfaatkan hutan dalam bentuk mengelola air bersih sebenarnya bukan pertama kali ini dilakukan oleh perhutani. Ia memaparkan bahwa pengelolaan sumber daya air perhutani adalah sesuatu hal yang sah, sama seperti halnya pemanfaatan hutan untuk wisata asalkan sesuai aspek kelestarian.

"Sebelumnya sudah pernah ada kerjasama dengan PDAM Brebes dan sudah jalan dan memang ambil dari wilayah Perhutani Banyumas Timur untuk mengairi satu perdukuhan disana," tuturnya.

Pegiat Save Slamet, Hendy juga menyayangkan kegiatan pipanisasi oleh Perumda Tirta Mulya, Pemalang. Hal ini karena berdasarkan citra satelit, kawasan lereng selatan Gunung Slamet masih hijau karena masih dijaga kelestariannya oleh masyarakat.

Sedangkan jika dibandingkan dengan sebelah Timur, yaitu Purbalingga, sebelah utara-timur yaitu Pemalang, citra satelit menunjukkan wilayah tersebut sudah tidak lagi hijau, dimana di area tersebut hutan-hutan dikonversi menjadi kebun sayur dan desa wisata.

"Harusnya yang mereka lakukan adalah menjaga merawat hutan di wilayah mereka sendiri dan menjadi area serapan air. Ini mereka enak banget babatin hutan, giliran kehilangan air bersih langsung ngambil dari area Banyumas," kritik Hendy.

Proyek antara Perumda Tirta Mulya Pemalang dan Perhutani Banyumas Timur ini juga dikritisi karena perizinan lingkungan yang dinilai bermasalah. Karena untuk proyek seperti ini, perlu adanya AMDAL yang disosialisasikan ke warga yang berpotensi terdampak. Selain itu, ada kendala lain yaitu mengenai izin pinjam pakai kawasan hutan lindung.

"Izin pinjam Pakai Kawasan Hutan setahu kami juga diberlakukan untuk proyek Pemerintah yang melewati kawasan Hutan. Apalagi ini hutan lindung, tak bisa main terabas," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement