Rabu 19 Oct 2022 20:42 WIB

Jalani Sidang Perdana, Mantan Walkot Yogya Didakwa Terima Suap Dua IMB

Proses penerbitan IMB dua bangunan tersebut dilakukan sejak 2019 hingga 2022.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Muhammad Fakhruddin
Terdakwa mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti (kanan) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani sidang perdana secara virtual dari Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (19/10/2022). Sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Yogyakarta itu beragenda pembacaan dakwaan terkait kasus suap penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedathon.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Terdakwa mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti (kanan) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani sidang perdana secara virtual dari Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (19/10/2022). Sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Yogyakarta itu beragenda pembacaan dakwaan terkait kasus suap penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedathon.

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Mantan Wali Kota (Walkot) Yogyakarta, Haryadi Suyuti menjalani sidang perdana, Rabu (19/10). Sidang dilakukan di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta dengan agenda pembacaan surat dakwaan.

Haryadi sendiri menjalani sidang secara daring dari Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam sidang ini, Haryadi didakwa menerima suap terkait penerbitan dua izin mendirikan bangunan (IMB) yakni apartemen Royal Kedhaton dan Hotel Iki Wae/Aston Malioboro.

Baca Juga

Jaksa Penuntut Umum KPK, Ferdian Adi Nugroho mengatakan, dalam upaya untuk memudahkan penerbitan IMB dua bangunan tersebut, Haryadi menerima suap dalam bentuk uang dan barang. Proses penerbitan IMB dua bangunan tersebut dilakukan sejak 2019 hingga 2022.

Dalam dua dakwaan yang dibacakan, Haryadi diduga menerima total 20.450 dolar Amerika Serikat, uang sebesar Rp 170 juta. Termasuk satu unit sepeda listrik merk Specialized Levo FSR Men Comp Carbon 6FATTIE Carb/CMLN 95218-572; dan Volkswagen Scirocco 2000 cc.

"Melakukan, menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa, sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut menerima hadiah atau janji," kata Ferdian saat membacakan surat dakwaan di PN Yogyakarta, Rabu (19/10).

Terkait dengan penerbitan IMB Royal Kedhaton, Ferdian menjelaskan, Haryadi menerima hadiah dari Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), Oon Nusihono melalui Direktur Utama PT Java Orient Property, Dandan Jaya Kartika. Oon dan Dandan sendiri telah berstatus terdakwa.

Haryadi dikatakan membantu penerbitan IMB terhadap pembangunan apartemen yang berlokasi di kawasan cagar budaya, Malioboro tersebut. Rekomendasi ketinggian apartemen yang disampaikan tidak sesuai dengan Keputusan Gubernur Nomor 75/KEP/2017 dan juga Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 53 Tahun 2017.

Pasalnya, Dandan membuat surat permohonan rekomendasi ketinggian bangunan yang akan dibangun maksimal 40 meter kepada Haryadi. Sedangkan, tinggi bangunan di wilayah cagar budaya tidak boleh melebihi 32 meter.

Dijelaskan, Oon meminta kepada Haryadi memudahkan pengurusan penerbitan IMB Royal Kedathon pada awal 2019. Haryadi pun menyanggupi permintaan tersebut.

Pada 7 Februari di tahun yang sama, Dandan juga menanyakan terkait waktu presentasi pembangunan Royal Kedhaton melalui WhatsApp. Haryadi pun menjawab pertanyaan tersebut melalui WhatsApp.

"Ass.wr.wb, Dimas Dandan, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya presentasi teman-teman belum bisa minggu ini, dikarenakan saya perlu medical check up & follow up, tapi saya pastikan minggu depan ini, mekaten Dimas, ngapunten njih, salam-HS," jawab Haryadi seperti surat dakwaan yang dibacakan Ferdian.

Selain itu, kata Ferdian, Haryadi juga menyampaikan pesan lainnya melalui WhatsApp kepada Dandan. Dalam pesan tersebut Haryadi menyebut terkait ulang tahun.

Esoknya Dandan dan Oon membahas hadiah ulang tahun untuk Haryadi dan diputuskan membeli e-bike merk Specialized seharga Rp 80 juta. Usulan ini disepakati Sharif Benyamin.

Pada 13 Februari 2019 setelah presentasi dilakukan, Haryadi meminta Kepala DPMPTSP Kota Yogyakarta, Nurwidihartana dan Kepala DPUPKP, Hari Setyowacono membantu pengurusan IMB Royal Kedhaton.

Selesai presentasi, Terdakwa Oon mengajak Haryadi ke sebuah toko sepeda untuk melihat barang yang akan dibeli sebagai hadiah ulang tahun. Satu unit sepeda listrik merk Specialized Levo FSR Men Comp Carbon 6FATTIE Carb/CMLN 95218-572 pun dikirim ke rumah Haryadi pada 18 Februari. 

Tidak hanya itu, Haryadi juga menerima Volkswagen Scirocco 2000 cc tak lama setelah diterbitkan surat rekomendasi Wali Kota Yogyakarta yang menyetujui ketinggian bangunan apartemen setinggi 40 meter. Haryadi kemudian juga menerima Rp20 juta dari Oon melalui Dandan pada September 2019.

Pada 20 Desember 2021, Oon dan Dandan berkunjung ke rumah pribadi Haryadi untuk melaporkan permasalahan IMB Royal Kedhaton yang masih belum selesai. Hal ini dikarenakan DPUPKP yang belum memberikan rekomendasi teknis.

JPU KPK lainnya, Rudi Dwi Prastyono mengatakan, saat itu Haryadi Suyuti mengatakan akan membantu menyelesaikan permasalahan tersebut ke kepala dinas terkait. "Jangan lupa terima kasihnya, terserah Pak Oon Saja berapanya," kata Dwi menirukan Haryadi.

Berlanjut hingga Maret 2022, Sekretaris Pribadi Haryadi yakni Triyanto Budi Yuwono menyampaikan pesan Haryadi Nurwidihartana agar dimintakan kepada Oon uang sebesar 50 persen dari nilai retribusi IMB.

"Ya gimana caranya lah Pak Nur agar ada dana masuk ke Bapak (Haryadi)," kata Triyanto waktu itu.

IMB Royal Kedhaton pun akhirnya diterbitkan pada 23 Mei 2022. Atas penerbitan IMB tersebut, Oon menyerahkan 20.450 dolar AS melalui Triyanto untuk diberikan kepada Haryadi pada 2 Juni. Selain itu, Nurwidihartana juga mendapatkan uang sebesar 6.808 dolar AS.

Sementara itu, terkait dengan IMB Hotel Iki Wae/Aston Malioboro, Salah satu pemegang saham PT Guyub Sengini Group, Sentanu Wahyudi memberikan Rp 200 juta melalui Triyanto untuk memudahkan penerbitan IMB. Uang tersebut diberikan untuk Haryadi sebesar Rp 150 juta.

Sedangkan, Rp 50 juta lainnya diambil Nurwidihartana sebagai biaya operasional pengurusan dokumen. Atas kasus tersebut, Haryadi didakwa dengan Pasal 11 Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement