Kamis 20 Oct 2022 17:25 WIB

Ortu Diminta Pantau Frekuensi Urin Anak Waspadai Gagal Ginjal Akut

Ada kasus yang sampai tidak bisa mengeluarkan urin sama sekali.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
 Kepala Dinas Kesehatan DIY Pembayun Setjaningastutie
Foto: Republika/Neni Ridarineni
Kepala Dinas Kesehatan DIY Pembayun Setjaningastutie

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY meminta agar orang tua memantau adanya penurunan frekuensi atau volume urin pada anak dalam rangka mewaspadai gagal ginjal akut misterius. Hal ini dilakukan sebagai deteksi dini kemungkinan terjadinya gagal ginjal akut misterius.

Gejala gagal ginjal akut misterius ini mulai dari batuk, demam, hingga berkurangnya frekuensi urin. Bahkan, juga ada kasus yang sampai tidak bisa mengeluarkan urin sama sekali.

Jika gejala tersebut ditemukan pada anak, Kepala Dinkes DIY, Pembajun Setyaningastutie, meminta agar segera dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes). Dengan begitu, bagi anak yang terdapat gejala tersebut dapat ditangani dengan segera.

"Anak-anak kan sering pipis, kalau (frekuensinya) kurang itu mulai diwaspadai. Untuk menurunkan demam kan banyak asupan airnya, logikanya banyak air banyak juga yang dikeluarkan. Kalau air banyak masuknya, tapi pipisnya sedikit atau sama sekali tidak pipis, itu segera dibawa (ke fasyankes), tidak usah ditunda lagi," kata Pembajun.

Pembayun juga meminta agar orang tua tidak memberikan obat penurun demam dalam bentuk sirop, sesuai dengan arahan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Meskipun penyebab gagal ginjal akut ini belum dapat dipastikan, namun harus tetap diwaspadai dengan tidak memberikan obat sirop tanpa rekomendasi dari tenaga kesehatan.

Pasalnya, Kemenkes menemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan penyakit gagal ginjal akut pada sampel obat yang dikonsumsi pasien di Indonesia. Akan tetapi, jenis senyawanya belum dapat disimpulkan.

Upaya mencegah laju kasus gagal ginjal akut yang dilakukan pemerintah yakni dengan menghentikan sementara penjualan obat sirop. Panduan tata laksana penanganan pasien gangguan ginjal akut di fasyankes juga telah diterbitkan oleh Kemenkes.

"Kalau ada gejala-gejala itu menurut saya lebih baik langsung dibawa ke fasyankes, semua puskesmas, klinik sudah diperintahkan Kemenkes untuk lebih berhati-hati. Rumah sakit dan seluruh pelayanan yang ada di Indonesia menambahkan satu pemeriksaan lagi apabila gejala-gejala itu ditemukan di pasien," ujar dia.

Pembajun juga menyebut, penanganan awal dapat dilakukan jika anak terkena demam seperti dengan mengompres sebelum dibawa ke fasyankes. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk kehati-hatian daripada memberikan obat sirop kepada anak.

"Kalau masalah sirop itu kita mewaspadai saja, karena di Gambia terjadi seperti itu. Maka sekarang kita juga prepare (untuk tidak memberikan obat sirop kepada anak)," jelasnya.

Di DIY sudah tercatat 13 kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak. Menurut Pembajun, 13 anak tersebut sebelum terkena gagal ginjal akut tidak mengkonsumsi obat-obatan dalam bentuk sirop.

Dari 13 kasus tersebut, enam kasus dilaporkan meninggal dunia. Sedangkan, tiga kasus dilaporkan sembuh dan empat kasus lainnya masih dalam perawatan di RSUP Dr Sardjito.

"Yang 13 (kasus) tidak ada info mengonsumsi obat sirop dan yang meninggal juga tidak diketahui penyebabnya, bahkan tidak ada kelainan ginjal 14 hari sebelumnya," tambah dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement