Rabu 26 Oct 2022 15:31 WIB

Transisi Energi, PLTU Disarankan Pakai Bahan Bakar Biomassa

Penggunaan bahan bakar batubara sebagai sumber energi masih dominan.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Seekor kuda mencari makan dengan latar belakang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan.
Foto: Antara/Arnas Padda
Seekor kuda mencari makan dengan latar belakang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Indonesia memiliki banyak sumber daya biomassa sebagai pengganti batu bara yang jadi sumber bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Sebab, 52 PLTU yang ada saat ini masih sangat bergantung kepada bahan bakar batu bara.

Padahal, selama ini dikenal sebagai penghasil emisi gas rumah kaca. Teknologi untuk mengganti bahan bakar batu bara dengan biomassa dikenal dengan co-firing ini dinilai sebagai solusi memulai program transisi energi baru dan terbarukan.

Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Samsul Kamal mengatakan, cofiring merupakan solusi strategis dan ekonomis dalam transisi energi di Indonesia. Serta, usaha-usaha efektif untuk mengurangi emisi CO2.

"Karena penggunaan bahan bakar batubara sumber energi masih dominan di 52 PLTU," kata Samsul dalam seminar internasional tentang rekayasa energi dan thermofluid, Rabu (26/10/2022).

Dari hasil studi yang dilakukannya, Samsul merasa, pemanfaatan biomassa sangat memberikan manfaat sebagai bahan bakar alternatif karena dinilai rendah emisi. Sehingga, relevan mendukung program energi bersih dan energi hijau di dunia.

"Biomassa sangat rendah kandungan sulfur dan nitrogen dan saya kira pembangkit listrik tenaga uap kita bisa menggunakan tenaga biomassa ini," ujarnya.

Namun, pemanfaatan biomassa untuk bahan bakar energi terbarukan perlu dukungan pemerintah (PLN) untuk mulai mengurangi ketergantungan energi fosil dan batu bara. Pengembangan co-firing di PLTU akan meningkatkan penggunaan biomassa.

Nantinya, itu mendorong perkembangan dan memiliki nilai jual tinggi. Menurut Samsul, teknologi co-firing sebenarnya dapat mengkonsumsi 100 persen bahan baku biomassa dengan menggunakan boiler PLTU yang sesuai dengan teknologi co-firing.

Untuk itu, ia menekankan, perlu upaya-upaya peningkatan persentase pembakaran dengan bahan baku biomassa untuk pembangkit listrik sangat memerlukan dukungan penelitian lebih lanjut. Antara lain dari sisi material dan sisi pembakarannya. "Kolaborasi penelitian adalah langkah terbaik untuk melakukan itu," kata Samsul.

Ia melihat, bila seluruh PLTU sudah memakai biomassa, maka program pengembangan biomassa sebagai energi baru dan terbarukan tumbuh dan berkembang dari bisnis dan teknologi. Berbagai lokasi sumber energi biomassa bisa dimanfaatkan.

Dari hasil hutan tanaman energi atau industri, hutan sosial, limbah penebangan, hasil kayu bukaan lahan, limbah olahan kayu, limbah agroforestri, dan limbah padat kota. Beberapa jenis tanaman juga potensial bisa dikembangkan sebagai biomassa.

Ada akasia, kaliandra, gamal, pilang, turi, dan lamtoro gung. Menurut Samsul, jenis tanaman ini memiliki karakteristik cepat tumbuh, adaptasi baik, tahan hama dan penyakit dan siklus panen pendek serta memiliki nilai kalor yang tinggi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement