REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Pemerintah Kota Surabaya menargetkan pada tahun 2023 tidak ada lagi warga yang Buang Air Besar Sembarangan (BABS) atau open defecation free (ODF). Dalam upaya mencapai target tersebut, Pemkot Surabaya bersinergi dengan Badan Amil Zakat Nasional (Banzas) Kota Surabaya untuk menggenjot pembangunan jamban bagi warga yang belum memiliki.
"Jadi target tahun 2023 agar kalau bisa tidak ada lagi warga yang buang air besar sembarangan. Artinya, target itu harus terpenuhi semua," kata Agus, Kamis (3/11).
Agus Hebi mengungkapkan, ada 8.000 lebih keluarga di Kota Pahlawan yang belum memiliki jamban. Data tersebut dihitung berdasarkan jumlah KK dan bukan rumah tinggal. Padahal, dalam satu rumah bisa ditinggali lebih dari satu KK.
"Jadi data Dinkes itu dihitung per keluarga (KK), padahal dalam satu rumah bisa ditinggali oleh dua hingga empat KK. Makanya kita juga akan kroscek ulang data tersebut," ujar Hebi.
Selain dihitung berdasarkan KK, sebagian besar warga yang belum memiliki jamban ini juga tinggal di rumah yang status tanahnya bukan hak milik. Misalnya, warga itu tinggal di tanah milik PT KAI atau Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS).
"Setelah kita cek ke bawah, memang yang banyak itu warga yang tinggal di tanahnya BBWS, PT KAI. Jadi, status kepemilikan tanah yang dihuni warga juga menjadi kendala bagi kami untuk memberikan intervensi," kata Hebi.
Hebi menyatakan, akhir tahun ini, pihaknya akan mengubah Peraturan Walikota (Perwali) nomor 32 tahun 2020 tentang perubahan atas Perwali nomor 14 tahun 2019 tentang Pelaksanaan Pembuatan Jamban di Kota Surabaya. Dengan demikian, yang menjadi syarat penerima bantuan jamban ke depan bukan status tanah, melainkan pertimbangan kesehatan dan lingkungan.
"Makanya langkah awal yang kita laksanakan adalah mengubah Perwali. Misal di situ (Perwali) diatur, sudah lebih 10 tahun tinggal di sana, bisa mendapatkan bantuan jamban. Jadi pertimbangannya bukan status tanah, tapi kesehatan dan lingkungan," ujarnya.
Hebi menjelaskan, pada 2021, pohaknya membangun sebanyak 400 jamban. Sedangkan tahun ini, dialokasikan sebanyak 300 jamban. Sementara tahun depan, anggaran diproyeksikan untuk 2.000 jamban.
Hebi menyebutkan, bantuan program jamban ini dianggarkan sekitar Rp4,4 juta per keluarga yang merupakan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Sedangkan proses pembangunannya, dilaksanakan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
"Jadi satu jamban anggarannya sekitar Rp4,4 juta. Itu sudah termasuk kloset, septic tank dan pembuatan sumur resapan. Dan yang mengerjakan adalah KSM, bisa dari MBR," kata dia.
Ketua Ketua Baznas Surabaya Moch Hamzah memaparkan, pada 2022 pihaknya mengalokasikan 1.000 pembangunan jamban untuk warga yang belum memiliki. Dari jumlah tersebut, 500 di antaranya telah selesai.
"Tahun 2022 ini alokasinya 1.000 jamban. Insya Allah sudah tergarap sekitar 500-an. Kita upayakan kurangnya sekitar 500 ini pada akhir November atau awal Desember 2022 selesai," kata Moch Hamzah.
Hamzah juga menjelaskan, pembangunan jamban yang dilakukan Baznas menyasar kepada warga dengan KTP dan domisili Surabaya. Penerima bantuan jamban dari Baznas ini yang tidak bisa dicover melalui APBD Surabaya. Misalnya warga itu terkendala soal status tanah yang bukan hak milik.
"Jadi pengajuannya dari kader ke puskesmas dan diteruskan ke Dinkes. Oleh Dinkes kemudian dikoordinasi dengan Baznas untuk intervensi warga yang tidak bisa melalui anggaran APBD," kata dia.
Hamzah melanjutkan, pada 2023 pihaknya berencana menaikkan alokasi anggaran untuk pembangunan jamban. Alokasi itu akan segera disusun dalam Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) tahun 2023. "Supaya tahun 2023 Surabaya bebas dari BAB sembarangan. Dari 1.000 di 2022, mungkin kita naikkan maksimal menjadi 3.000 tahun 2023," ujarnya.