REPUBLIKA.CO.ID, BANJARNEGARA – Dalam upaya memperbaiki mutu pendidikan, Pemkab Banjarnegara mengadakan Diskusi Terpimpin Implementasi Kurikulum Merdeka dan Program Sekolah Penggerak bersama di Kabupaten Banjarnegara. Kegiatan ini digagas bersama oleh Dindikpora Banjarnegara dan BBPMP Jawa Tengah, di aula Rumas Dinas Sekretaris Daerah Banjarnegara, Selasa (8/11/2022).
Sekretaris Daerah Kabupaten Banjarnegara Drs Indarto menjelaskan pemerintah terus berusaha memperbaiki mutu pendidikan. Berbagai kebijakan telah dilaksanakan baik dari perbaikan kurikulumnya, sarana prasarananya, maupun ketenagaannya.
Terobosan kebijakan demi kebijakan baru telah diterapkan oleh pemerintah, salah satunya adalah melakukan transformasi pendidikan. Oleh karena itu, Pemkab Banjarnegara sangat mendukung kebijakan pemerintah pusat tersebut.
"Kami menyambut baik dan mendorong implementasi Kurikulum Merdeka di Banjarnegara dan berharap melalui diskusi terpimpin ini akan menghasilkan solusi yang bisa mengatasi permasalahan-permasalahan yang masih mengganggu implementasi Kurikulum Merdeka di Banjarnegara,” ujar Indarto, Rabu (9/11/2022).
Plt Kepala Bagian Umum BBPM Jateng, M Adi Hartono mengatakan, implementasi Kurikulum Merdeka dan Program Sekolah Penggerak merupakan upaya pemerintah pusat dan daerah untuk mencapai generasi emas 2045 yang merupakan capaian yang harus disiapkan dari sekarang untuk generasi anak-anak penerus bangsa.
“Program sekolah penggerak atau PSP sudah berlangsung dan Banjarnegara termasuk dalam angkatan ketiga. PSP sangat didukung oleh Kabupaten Banjarnegara dibuktikan oleh penandatanganan nota kesepakatan yang ditanda tangani antara pemerintah pusat dengan Bupati Banjarnegara," ujarnya.
Adi Hartanto menyebutkan bahwa ini merupakan bukti adanya komitmen yang kuat untuk meningkatkan mutu pendidikan di Kabupaten Banjarngegara, dan program ini akan berlangsung pada awal 2023.
Dra Febri Hartanti Purbaningrum, selaku Wali Wilayah Banjarnegara menjelaskan dalam paparanya bahwa berbagai studi baik nasional ataupun internasional menunjukkan bahwa Indonesia telah mengalami krisis pembelajaran (learning crisis) yang cukup lama.
Krisis ini ditandai dengan rendahnya hasil belajar peserta didik bahkan dalam hal yang mendasar seperti literasi membaca dan matematika dasar yang menyebabkan skor PISA tidak mengalami peningkatan yang signifikan dalam waktu 10-15 tahun terakhir, yaitu sekitar 70 persen.
"Kemendikbudristek telah mengembangkan kurikulum merdeka sebagai bagian penting dalam upaya memulihkan pemebelajaran dari krisis," kata Febri.
Lebih lanjut Febri Hartanti menjelaskan kurikulum merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikulum yang beragam. Di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan kompetensi.
Selain itu, guru juga memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik.