Jumat 11 Nov 2022 15:20 WIB

Sistem Pendidikan Indonesia Dinilai Kurang Karsa

Karsa ialah menguatkan kemauan dan keinginan dan olahraga.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Muhammad Fakhruddin
Sistem Pendidikan Indonesia Dinilai Kurang Karsa (ilustrasi).
Sistem Pendidikan Indonesia Dinilai Kurang Karsa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,MALANG -- Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Kemendikbudristek RI, Iwan Syahril menjelaskan, filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara yaitu Ing Ngarso Sung Tuladha. Filosofi ini memiliki arti seorang guru otomatis menjadi seorang pemimpin di kelasnya dan perlu memberikan suri teladan bagi anak didiknya. 

Ada pun Madya Mangun Karso berarti menjadi seorang pendidik yang senantiasa menguatkan keyakinan dan membangkitkan semangat mencerdaskan bangsa.  Kemudian Tut Wuri Handayani yakni sebagai pendidik harus bisa melesatkan potensi dan proses tumbuh kembang anak didik sehingga kemandirian bisa terbentuk dalam dirinya. "Jadi, filosofi Ki Hadjar Dewantara ini berupaya menghasilkan lulusan pendidikan yang mandiri dan merdeka,” ucapnya dalam pesan resmi yang diterima Republika.

Baca Juga

Di samping itu, dia mengatakan, pendidikan holistik yang dicanangkan oleh Ki Hadjar Dewantara terbagi menjadi empat aspek yaitu oleh cipta, olah rasa, olah karsa, dan olahraga. Cipta secara makna yakni menajamkan pikiran, rasa memiliki dan menghaluskan perasaan. Sementara itu, Karsa ialah menguatkan kemauan dan keinginan dan olahraga bertujuan untuk menyehatkan jasmani atau fisik. Adapun pada poin cipta, rasa, dan karsa menjadi poin dalam Budi, sedangkan raga masuk dalam poin Pekerti. 

Pria asli Bandung ini kembali menjelaskan, pendidikan Indonesia saat ini dinilai kurang dalam hal karsa atau kemauan. Pendidikan bangsa ini terlena dengan menajamkan pikiran peserta didik saja. Namun lupa akan kemauan dan keinginan para murid di sekolah. 

Menurutnya, sistem pendidikan Indonesia menekankan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. "Sayangnya lupa akan kemauan yang diinginkan peserta didik," jelasnya.

Pendidikan yang hanya menajamkan pikiran tetapi mengesampingkan kemauan anak didik dinilai pendidikan yang hampa. Padahal pendidikan yang memperhatikan kemauan akan selalu berkembang sekalipun dalam kondisi sulit.

Pada kesempatan sama, Rektor UMM, Fauzan mengatakan, guru memiliki kewajiban untuk mendidik dan mengembangkan kualitas anak bangsa. Begitu juga dengan tanggungjawab moral untuk menyiapkan generasi bangsa dalam menghadapi bonus demografi. Salah satunya dengan membekali anak didik dengan kemampuan dan kualitas pendidikan yang baik

UMM juga turut berkontribusi menyiapkan SDM mumpuni yang siap menghadapi kompetisi global melalui Center of Excellence (CoE). Saat ini, ada lebih dari 40 sekolah unggulan CoE yang tersebar di berbagai fakultas. Di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan ada lima sekolah unggulan yang sudah dilaksanakan yakni CoE konsultan pendidikan, media dan animasi pendidikan digital, english for hospitality, entrepreneur perbukuan dan sekolah wisata sejarah digital.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement