Jumat 11 Nov 2022 15:22 WIB

Harga Kedelai Melambung, 20 Persen Perajin Tahu dan Tempe Limbung

Pemerintah pusat diharapkan mengatur tata niaga kedelai.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Pengerajin mengemas kedelai di pabrik tempe. Mahalnya harga kedelai di kisaran Rp 14 ribu hingga Rp 15 ribu membuat pengerajin tempe memutar otak. Memperkecil ukuran tempe  menjadi pilihan menghindari menaikkan harga tempe ke konsumen. Hal ini masih ditambah dengan turunnya daya beli tempe oleh masyarakat.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pengerajin mengemas kedelai di pabrik tempe. Mahalnya harga kedelai di kisaran Rp 14 ribu hingga Rp 15 ribu membuat pengerajin tempe memutar otak. Memperkecil ukuran tempe menjadi pilihan menghindari menaikkan harga tempe ke konsumen. Hal ini masih ditambah dengan turunnya daya beli tempe oleh masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, SALATIGA -- Pusat Koperasi Produsen Tahu dan Tempe (Puskopti) Jawa Tengah berharap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2022 bakal efektif mengurai sengkarut tata niaga kedelai di Indonesia. Sehingga para perajin tahu dan tempe tidak lagi tertekan oleh harga bahan baku (kedelai) yang tidak terjangkau dan cenderung memberatkan mereka.

Ketua Pusat Koperasi Produsen Tahu dan Tempe (Puskopti) Jateng, Sutrisno Supriyanto mengatakan, sejak harga kedelai melambung 20 persen perajin tahu dan tempe kelimpungan dan harus gulung tikar. “Karena para perajin tahu dan tempe tidak mampu lagi membeli kedelai sebagai bahan baku utama usahanya,” ungkap Sutrisno, yang dikonfirmasi di Salatiga, Jumat (11/11/2022).

Para perajin tahu dan tempe, jelasnya, menaruh harapan besar atas terbitnya Perpres Nomor 125 Tahun 2022 tertanggal 25 Oktober 2022. Dengan adanya perpres ini, pemerintah pusat akan mengatur para importir kedelai agar tidak bisa semaunya sendiri dalam menetapkan harga.

Selain itu, pemerintah pusat juga akan mengatur tata niaga kedelai. Artinya, pemerintah akan ikut campur dalam hal penentuan harga kedelai. “Tidak seperti tahun ini, tata niaga kedelai mutlak diserahkan kepada swasta, akhirnya kenaikan dan fluktuasi harga kedelai sak geleme dewe ( semaunya sendiri, red.),” tegasnya.

Sehingga akan banyak perajin tahu dan tempe yang kehilangan daya beli bahan baku dan akhirnya gulung tikar. Sebab jika hari ini perajin bisa membeli kedelai 50 kilogram, besoknya mereka hanya mampu membeli 30 kg.

Inilah yang menyebabkan para perajin tahu dan tempe semakin kelimpungan, jika pemerintah tidak segera turun tangan. “Akan ada lebih banyak lagi perajin yang gulung tikar dan jika ini sampai ini terjadi maka akan membahayakan bagi perekonomian daerah,” lanjutnya.          

Masih terkait Perpres 125 Tahun 2022, tambah Sutrisno, juga memberikan peluang kepada pemerintah provinsi (pemprov) maupun kabupaten/kota di seluruh Tanah Air untuk mengeluarkan dana cadangan sebesar dua persen bagi kepentingan perajin tempe dan tahu.

“Ini yang luar biasa, dan mewakili para perajin tahu dan tempe di Jateng, kami mengucapkan terima kasih kepada pemerintah pusat,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement