Senin 14 Nov 2022 08:17 WIB

Dosen UMM Teliti Bakteri Salmonella Saat Lanjutkan Studi di Jepang

Aspek sanitasi masih memiliki banyak masalah di Asia khususnya Indonesia.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Muhammad Fakhruddin
Dosen UMM Teliti Bakteri Salmonella Saat Lanjutkan Studi di Jepang (ilustrasi kampus umm).
Foto: Humas UMM
Dosen UMM Teliti Bakteri Salmonella Saat Lanjutkan Studi di Jepang (ilustrasi kampus umm).

REPUBLIKA.CO.ID,MALANG -- Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Okta Pringga Pakpahan meneliti keamanan pangan terkait Salmonella typhimurium. Penelitian ini dilakukan ketika dia melanjutkan studi di Jepang.

Okta mengatakan, Salmonella typhimurium termasuk bakteri yang mengakibatkan diare pencemaran makanan pada proses pengolahan makanan. Ketika makanan diolah, ada indikasi beberapa tindakan yang mengakibatkan patogen tersebar lebih banyak. "Bakteri patogen inilah yang membuat orang sakit diare,” jelasnya.

Baca Juga

Ia melihat aspek sanitasi masih memiliki banyak masalah di Asia khususnya Indonesia. Begitu pula dengan pengawasannya yang dirasa kurang ketat. Alhasil, jika makanan tidak diolah dengan baik, maka akan muncul penyakit dan berdampak buruk pada manusia.

Salah satu manfaat penelitiannya adalah masyarakat bisa tahu kalau salmonella bisa tetap hidup pada kondisi beku maupun panas. Ada pun jika suhunya mencapai lebih dari 90 derajat celcius, bakteri salmonella akan mati.

Rekomendasi yang bisa dia berikan agar masyarakat terhindar dari bakteri Salmonella typhimurium yakni dengan mengonsumsi makanan yang lingkungannya bersih. Selain itu, juga mengonsumsi makanan yang kaya nutrisi, serat, dan vitamin yang cukup. Dua langkah itu dirasa sudah cukup efektif untuk menghindarkan diri dari bakteri tersebut.

Sebagai informasi, Okta termasuk dosen yang berhasil menyelesaikan studi sarjana di Saga University dan magister di Hiroshima University. Keberhasilan tersebut ia peroleh berkat kerja kerasnya mendapatkan beasiswa.

Okta mengatakan studi sarjananya didapatkan melalui beasiswa Jasso. Menurutnya, prosesnya cukup panjang meliputi ranking kemampuan bahasa, akademik, serta perencanaan riset yang akan dikerjakan di Jepang. 

Kendala yang dihadapi ketika di Jepang adalah bahasa. Ia mengaku perlu waktu kurang dari tiga bulan untuk bisa mahir berbahasa jepang dengan mengikuti kursus bahasa jepang. “Alhamdulillah setelah setahun di Jepang, saya coba ikut tes Japanese-Language Proficiency Test (JLPT) untuk bisa mempermudah aktivitas di sana. Saya lulus dengan memperoleh nilai N3 yang bisa dikatakan nilainya cukup memuaskan,” terang dosen prodi Teknologi Pangan itu.

Setelah tamat sekolah dari Saga University, ia dikenalkan profesornya ke kolega di Hiroshima University. Dari pertemuan tersebut ia mendapat tawaran untuk ikut tes lanjut master degree di Hiroshima University. Kesempatan tersebut akhirnya diambil dan langkah berikutnya mempersiapkan ujian untuk mengambil master degree.

Saat ini Okta direkrut menjadi Ph.D student lewat vacancy atau asisten riset professor pada konsorsium riset project (Portugal, Belanda, Spanyol). Penelitian ini dibiayai oleh European Regional Development Fund (ERDF).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement