REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Layanan WhatsApp mengalami gangguan beberapa pekan yang lalu. Selama tumbang, pengguna WhatsApp tidak bisa berkirim pesan, baik teks maupun format media (foto, video, stiker, audio). WhatsApp down terpantau terjadi selama kurang lebih dari dua jam.
Tidak hanya itu, layanan Instagram juga mengalami gangguan pada Senin (31/10/2022) malam. Pengguna mengeluh akun Instagram mendadak terkena suspend (ditangguhkan) tanpa penyebab pasti. Perwakilan Meta telah mengungkapkan penyebab tumbangnya masing-masing layanan karena adanya kesalahan teknis di sistem mereka. Kedua kejadian itu menimbulkan reaksi yang masif di linimasa.
Hal tersebut menandakan tingginya ketergantungan masyarakat akan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) baik dari sisi bisnis maupun sosial. Bagi pebisnis yang mengandalkan WhatsApp dan Instagram untuk usaha mereka, gangguan seperti ini menimbulkan kerugian yang cukup besar. Bagi para pengiklan, mereka tidak dapat menjangkau pelanggan potensial yang berdampak terhadap angka penjualan. Sedangkan bagi brand yang mengandalkan postingan di Instagram, mereka tidak bisa menawarkan produknya hingga mengakibatkan kerugian yang cukup besar, belum lagi koordinasi dan komunikasi pekerjaan yang terputus bagi mereka yang mengandalkan WhatsApp.
Dengan perkembangan digital saat ini, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberi kemampuan komunikasi baru bagi masyarakat. TIK sendiri merupakan semua teknologi dan layanan yang terlibat dalam komunikasi, manajemen data, penyediaan telekomunikasi, dan internet.
Dalam transaksi dan interaksi ekonomi, sosial, dan interpersonal, TIK telah mengubah cara orang bekerja, berkomunikasi, belajar, dan hidup secara drastis. Misalnya, komputer yang dapat menjawab telepon dan mengarahkan panggilan ke individu yang tepat untuk merespons, dan sekarang robot tidak hanya dapat menjawab panggilan, tetapi seringkali dapat menangani permintaan layanan telepon dengan lebih cepat dan efisien.
TIK juga tentu memiliki dampak positif dalam pembangunan ekonomi dan pertumbuhan bisnis, contohnya penggunaan TIK telah membuat pengembangan dan pengiriman berbagai teknologi memudahkan untuk pengusaha dan konsumen mereka, sekaligus memberikan peluang pasar baru, sehingga penggunaan TIK semakin banyak dimanfaatkan di berbagai bidang industri, seperti dalam bidang pendidikan, perbankan, kesehatan, pemerintahan, sains teknik, dan transportasi.
Melihat kemudahan dan kepraktisan yang ditawarkan teknologi digital bukan berarti penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam bisnis tidak memiliki dampak negatif.
CEO Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani mengatakan teknologi informasi mengalami perkembangan yang pesat dalam beberapa dekade terakhir. Bahkan pandemi semakin mendorong inovasi teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung adaptasi bisnis agar tetap berjalan.
"Namun pelaku bisnis juga perlu memahami bahwa tingginya ketergantungan bisnis akan teknologi tentu juga memiliki risiko yang membawa membawa dampak negatif akan usaha mereka," kata Johanna dalam siaran pers, Senin (14/11/2022).
Grant Thornton Indonesia merangkum beberapa potensi risiko dampak negatif TIK pada bisnis yang perlu diwaspadai sebagai berikut:
Kejahatan Siber
Kejahatan dengan memanfaatkan teknologi atau jaringan komputer secara online seperti pembajakan kartu kredit, penipuan online, dan sebagainya. Kejahatan yang bisa mendatangkan kerugian luar biasa besar bagi bisnis ini bahkan dapat terjadi lintas negara dan sering sulit dibuktikan secara hukum.
Pelanggaran Hak Cipta
Pelanggaran hak cipta juga seringkali menjadi salah satu pelanggaran yang disalahgunakan dari kemajuan TIK. Pelanggaran ini meliputi pembajakan software, penggandaan tanpa seizin pencipta karya, maupun pemakaian tanpa izin. Pelanggaran hak cipta sudah pasti merugikan produsen yang tidak mendapatkan keuntungan dari hasil karyanya dan merugikan konsumen jika mendapatkan produk dengan kualitas jauh dari produk asli.
Penyebaran Malware
Malware adalah program komputer yang sifatnya mencari kelemahan software. Kemajuan TIK juga dihantui risiko disalahgunakan oknum tertentu untuk membobol atau merusak sistem operasi maupun merusak software. Contoh malware adalah virus, worm, keylogger, trojan, spyware, dan sebagainya. Tentunya hal ini dapat berdampak langsung akan operasional bisnis sebuah perusahaan.
IT Advisory Director Grant Thornton Indonesia, Goutama Bachtiar mengatakan selain dari bertambahnya pengguna dan meningkatnya pemanfaatan TIK, di sisi lain risiko siber di berbagai industri juga meningkat.
"Dengan adanya pandemi Covid-19 ini, organisasi sebaiknya mulai memfokuskan diri pada ketahanan siber, tidak lagi semata kepada keamanan siber. Bagi individu sebagai pengguna layanan TIK, agar tetap waspada dan terus mengikuti perkembangan terbaru seputar seputar risiko siber/keamanan siber," katanya.
“Dapat disimpulkan bahwa perkembangan teknologi ini akan berdampak positif ataupun negatif tergantung dengan bagaimana kita menggunakan teknologi tersebut dengan bijak serta terus melakukan daya upaya dalam beradaptasi dengan perkembangan teknologi untuk menjaga segala risiko yang mungkin terjadi," kata Goutama.