REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Multaqa Ulama Alquran Nusantara 2022 yang digelar di Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta, resmi dibuka Selasa (15/11/2022) malam. Kegiatan tersebut berlangsung pada 15-17 November dengan mengusung tema Pesan Wasathiyah Ulama Alquran Nusantara.
Multaqa Ulama Alquran Nusantara 2022 merupakan kegiatan yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama (Kemenag). Melalui kegiatan itu, Kemenag memadukan atau mengompilasikan metode pembelajaran Alquran yang berbasis pesantren dan perguruan tinggi.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (Ditpdpontren) Kemenag, Waryono Abdul Ghofur mengatakan, kegiatan itu menjadi momentum pertemuan ulama-ulama Alquran yang berbasis pesantren maupun perguruan tinggi. Perpaduan tersebut, katanya, sangat penting dalam memadukan dan mensintesiskan antara metode pembelajaran Alquran berbasis pesantren dan perguruan tinggi.
"Dari keduanya itu, kami telah menjumpai banyak data tentang berbagai metode pembelajaran Alquran yang dipermudah. Metode-metode itu telah dikompilasikan oleh Kemenag dan merupakan inovasi dalam pembelajaran kitab suci ini," kata Waryono, Rabu (16/11/2022).
Ia menyebut, dipilihnya Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak sebagai lokasi penyelenggaraan Multaqa Ulama Alquran Nusantara bukan tanpa alasan. Menurutnya, pondok pesantren tersebut merupakan yang pertama mengawali pembelajaran Alquran yang sistematis di Pulau Jawa, bahkan di Nusantara.
Ia juga menuturkanKemenag juga terus berkomitmen untuk memberikan akses pendidikan dengan berbagai beasiswa. Baik itu bagi pengajar, maupun pembelajar Alquran.
Perwakilan Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta, Hilmy Muhammad mengatakan, pesantren itu telah mengembangkan diri sejak beroperasi pada 1911 lalu. Pesantren dikatakan tidak hanya berfokus pada pengajaran Alquran, namun juga menyelenggarakan sekolah formal.
"Terdapat berbagai lembaga pendidikan, MI, MTs, MA, SMP, SMA, SMK, Ma’had Ali, maupun diniyah takmiliyah, dengan total sekitar 5.000-an santri yang tersebar di berbagai lembaga dan asrama. Sementara Alquran diajarkan sebagai kurikulum utama, melalui metode bin nadhor dan bil ghoib," kata Hilmy.
Hilmy juga menyebut ada beberapa hal penting yang harus dibahas dalam pertemuan para ulama Alquran di acara Multaqa Ulama Alquran Nusantara. Mulai dari tantangan memasyarakatkan Alquran, dan bagaimana agar masyarakat mampu membaca dan memahami Alquran dengan baik.
Untuk itu, pihaknya pun mengusulkan dua hal terkait pembelajaran Alquran. Pertama yakni merekomendasikan penambahan kurikulum pembelajaran agama di sekolah-sekolah formal maupun perguruan tinggi.
"Agar peserta didik dapat lebih memahami Alquran," katanya yang juga anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut.
Kedua, pihaknya mengusulkan agar kurikulum pembelajaran Alquran perlu disusun. "Jangan sampai pembacaan yang belum layak, tetapi sudah berani menghafalkan Alquran. Bacaannya diperbaiki dulu kualitasnya, baru boleh menghafalkan Alquran," ujar dia.