REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Muktamar Muhammadiyah dan 'Aisyiyah ke-48 yang baru saja digelar di Surakarta, Jawa Tengah, sarat dengan teknologi. Pasalnya, kegiatan yang dilaksanakan pada 18-20 November menggunakan sistem e-voting yang dikembangkan oleh tim IT dari Biro Sistem Informasi (BSI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD).
Rektor UAD, Muchlas mengatakan, sistem e-voting tersebut menjadi pertama kalinya digunakan dalam muktamar selama lebih dari satu abad. Sistem ini pun, katanya, menjadikan penyelenggaraan muktamar sukses digelar.
Dijelaskan, e-voting dirancang dengan mengedepankan sistem yang saling terintegrasi antara registrasi, penjaringan, dan proses pemilihan. Pada saat pemilihan, para peserta hanya tinggal menekan tombol pilihan yang ada pada layar.
Sistem kemudian mencetak bukti pilih dan kerahasiaan pemilih dijamin keamanannya. Proses perhitungan suara juga secara otomatis dilakukan oleh sistem, yang kemudian hasilnya ditampilkan dalam grafik.
"Prinsip-prinsip demokrasi yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, tetap diterapkan secara teguh dalam e-voting," kata Muchlas.
E-voting ini awalnya dirancang untuk proses pemilihan berbasis jaringan internet mengingat masa pandemi Covid-19 pada 2020 lalu, dengan pemilih tersebar di seluruh Indonesia. Namun, karena muktamar diundur, sistem tersebut terus dikembangkan hingga digunakan di muktamar 2022 ini.
"E-voting dikembangkan ulang terutama pada aspek user interface-nya dengan mempertimbangkan karakteristik pemilih yang sebagian besar bapak-bapak dan ibu-ibu pimpinan Muhammadiyah-'Aisyiyah dalam kategori generasi X," ujarnya.
Sebelum digunakan pun, sistem e-voting telah melalui uji coba yang sesuai prosedur. Meliputi uji untuk memastikan algoritma sistem benar, output sesuai dengan input, dan interface yang ramah pengguna.
"Sehingga mudah dioperasikan, jaringan kuat, dan handal dalam menghadapi gangguan hacker,” jelasnya.
Pihaknya sempat mengira bahwa proses pemilihan akan memakan waktu lebih lama, mengingat pemilih yang sebagian besar merupakan generasi X dinilai kesulitan dalam menggunakan sistem ini. Namun, hal itu terbantahkan karena pemilih memiliki literasi digital yang cukup untuk melaksanakan pemilihan dengan memanfaatkan sistem e-voting ini.
"Jadi kunci sukses e-voting muktamar adalah terciptanya user interface yang ramah bikinan UAD, dan literasi digital yang cukup dari pemilih," tambah dia.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengoperasian Sistem Informasi BSI UAD, Ahmad Azhari, berharap sistem ini dapat membuat warga persyarikatan Muhammadiyah melek literasi digital. Ia juga menyebut sistem ini nantinya juga dapat diadopsi untuk kepentingan lain ke depannya, bahkan di luar keperluan persyarikatan Muhammadiyah.
"E-voting nantinya bisa diadopsi untuk berbagai keperluan di persyarikatan, terutama bagi para organisasi otonom yang dalam waktu dekat akan melaksanakan musyawarah. Dalam jangkauan yang lebih luas, sistem ini juga bisa menjadi role model untuk sistem pemilihan di Indonesia," katanya.