REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Pemerintah Kota Yogyakarta berupaya menekan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), khususnya terhadap korban perempuan dan anak, antara lain melalui buku saku "Tiker Perak" dan "Cegah Perang".
Buku saku TikerPerak adalah Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, sedangkan Cegah Perang adalah Cegah Perdagangan Orang.
"Kekerasan dalam rumah tangga, khususnya yang dialami perempuan dan anak, masih cukup tinggi. Oleh karenanya, dibutuhkan upaya bersama agar tidak ada lagi kasus kekerasan untuk kelompok tersebut," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta Edy Muhammad di Yogyakarta, Selasa (29/11/2022).
DP3AP2KB menerbitkan buku saku Tiker Perak ditujukan agar masyarakat memiliki pemahaman menyeluruh mengenai kekerasan pada perempuan dan anak.
Dalam buku saku tersebut, masyarakat dapat memahami faktor penyebab munculnya kekerasan pada perempuan dan anak, sehingga bisa dilakukan langkah antisipatif, mengetahui jenis kekerasan, memahami dampak yang dialami korban, hingga langkah yang harus ditempuh untuk penanganan korban.
Sementara itu, buku saku Cegah Perang fokus terhadap upaya pencegahan tidak pidana perdagangan orang.
Hingga November 2022, jumlah kasus KDRT di Kota Yogyakarta tercatat sebanyak 188 kasus, sedangkan pada 2021 tercatat sebanyak 246 kasus.
Apabila dikategorikan dalam kelompok umur, maka hingga November 2022 tercatat 61 kasus kekerasan pada anak dan 185 kasus kekerasan pada orang dewasa. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun 2021, yang tercatat sebanyak 49 kasus kekerasan pada anak dan 139 kasus pada orang dewasa.
"Dari data tersebut, kasus kekerasan masih cukup banyak terjadi dan tersebar di seluruh wilayah Kota Yogyakarta. Kami pun berkoordinasi dengan kecamatan karena sudah mendapat pelimpahan kewenangan untuk melakukan upaya pencegahan dan melakukan kampanye perlindungan perempuan dan anak," jelas Edy.
Dengan pelimpahan kewenangan tersebut, diaberharap kasus kekerasan pada perempuan dan anak di Kota Yogyakarta bisa terus ditekan.
"Kondisi demografi di Kota Yogyakarta pun menunjukkan bahwa afirmasi terhadap perempuan dibutuhkan, karena 51,3 persen penduduk adalah perempuan dan 26,6 persen adalah anak-anak," tambahnya.
Selain itu, lanjut Edy, berdasarkan hasil pendataan keluarga pada 2021, diketahui sebanyak 21 persen keluarga di Kota Yogyakarta memiliki kepala keluarga perempuan.
Sementara itu, Penjabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta Sumadi mengatakan upaya pencegahan dan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak perlu terus digaungkan. Selain itu, dia menilai perlu pula penanganan yang tepat bagi korban kekerasan.
"Kami pun mendorong aparat penegak hukum untuk bisa mengimplementasikan UU TPKS," ujar Sumadi.