REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Para peternak burung puyuh di Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, kini bisa tersenyum lega. Problem produktivitas yang selama ini masih mereka hadapi mulai ada solusinya.
Departemen Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro (Undip) Semarang memberikan pendampingan untuk meningkatkan produksi kepada paguyuban ternak burung puyuh di Desa Kalisidi.
Menurut Ketua Kelompok Peternak Burung Putuh kalisidi, Muhin, beternak burung puyuh memang menjadi salah satu potensi di desa yang berada di lereng timur Gunung Ungaran ini.
Selama ini, jelasnya, para peternak masih menghadapi permasalahan terkait dengan kenaikan harga pakan ternak unggas di pasaran. Akibatnya produktivitas telur dari peternakan ini masih kurang optimal.
Yang terjadi, kenaikan harga pakan yang selalu tinggi yang tidak diimbangi produksi yang optimal untuk mendorong kesejahteraan para peternak. “Karena asupan pakan yang kurang,” jelasnya, Rabu (14/12/2022).
Terkait persoalan yang dihadapi peternak burung puyuh ini, Fakultas Peternakan dan Pertanian (FPP) Undip telah melakukan pendampingan bersama dengan Tim Pengabdian Masyarakat Undip.
Ketua Tim Pengabdian Masyarakat Undip, Lilik Krismiyanto menyampaikan, peranan pakan terhadap produksi telur burung puyuh cukup penting dan akibat dari rendahnya konsumsi pakan dapat menyebabkan asupan nutrisi unggas berkurang dan berpengaruh terhadap kualitas telur.
Menurutnya, peternak hanya mampu memberikan pakan satu kali dalam sehari, sehingga menyebabkan pakan dalam bentuk mash atau tepung tidak terkonsumsi optimal. “Berdasarkan SNI 2006, pemberian pakan burung puyuh produksi mestinya dua kali dalam sehari,” jelasnya.
Problem lain yang dihadapi, lanjutnya, adalah kotoran atau ekskreta burung puyuh yang mengganggu polusi udara lingkungan sekitar. Kadar amoniak burung puyuh yang cenderung tinggi dapat menyebabkan ketidaknyamaan masyarakat sekitarnya.
Sebab selama ini peternak umumnya memelihara ternak di kandang belakang rumah. “Pengendalian ekskreta burung puyuh yang sudah dilakukan, hanya dijadikan pupuk kandang pada tanaman sayuran dan buah- buahan,” tegasnya.
Ketua Tim Pengabdian Masyarakat Bidang Pengelolaan Kotoran Unggas, Dr Mulyono menambahkan, ada beberapa langkah alternatif yang kini telah diajarkan kepada kelompok ternak burung puyuh.
Yakni kotoran atau ekskreta yang dihasilkan dapat dilakukan fermentasi menggunakan Nitrobakteri. Pemanfaatan ekskreta juga dapat dicampur filler seperti serbuk kayu, pembuatan biogas.
Sehingga pengendalian ekskreta dalam jangka panjang dapat dimanfaatkan energi alternatif, khususnya di Desa Kalisidi yang belum mengenal metode tersebut. “Biasanya biogas menggunakan kotoran sapi, paguyuban ternak burung puyuh akan membuat biogas menggunakan ekskreta burung puyuh,” jelas dia.