REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP) menggelar pemutaran perdana film dokumenter berjudul 'Pulang Rimba' dan diskusi di Omah Betakan, Moyudan, Sleman, DIY, Selasa (3/1/2023). Pulang Rimba adalah film ketujuh yang telah diproduksi KPP.
Film 'Pulang Rimba' bercerita tentang seorang pemuda Suku Anak Dalam bernama Pauzan yang pulang ke kampung halamannya di daerah pedalaman Jambi. Ia adalah satu dari segelintir pemuda Suku Anak Dalam yang berhasil mengenyam pendidikan tinggi di Pulau Jawa.
Dalam film tersebut, Pauzan memperlihatkan kondisi lingkungan di kampung halamannya yang cukup memprihatinkan di mana banyak anak yang terpaksa putus sekolah karena dipaksa membantu orang tuanya bekerja di kebun kelapa sawit. Pauzan beruntung orang tuanya mendorongnya sekuat tenaga untuk terus melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi.
"Seperti film-film sebelumnya, kami membuat film ini berdasarkan empati. Dalam film Pulang Rimba, kami memiliki keresahan terhadap apa yang terjadi pada Suku Anak Dalam," ujar Sutradara Film Pulang Rimba, Rahmat Triguna, dalam sambutannya.
Empati yang dimaksud Rahmat adalah kepedulian terhadap permasalahan-permasalahan yang dirasakan orang lain. Dalam membuat film tersebut, ia mengaku menggunakan pendekatan kemanusiaan (humanity).
"Dari 117 anak Suku Dalam yang mencicipi pendidikan belum ada satu pun yang lulus sekolah tinggi. Kami ingin menyampaikan pesan bahwa kekayaan yang tak akan pernah punah adalah pendidikan," ujar pria yang akrab dipanggil Mamato ini.
Dalam film-film sebelumnya, kata Mamato, ia juga selalu mengedepankan pendekatan kemanusiaan. Sebut saja film 'Seeking The Imam' yang menceritakan relasi anak dan bapak yang terpapar paham ISIS.
Direktur KPP, Noor Huda Ismail, menjelaskan lembaga yang dipimpinnya tersebut bergerak pada isu kewirausahaan sosial (social entrepreneur). Artinya, pihaknya ingin berusaha menyelesaikan masalah sosial dengan pendekatan kewirausahaan.
Dalam menjalankan lembaga tersebut, Noor Huda menyampaikan terdapat empat prinsip yakni merasakan (feel), membayangkan (imagine), melakukan (do), dan berbagi (share). "Kami sangat menghargai imajinasi dan kreativitas," kata Huda yang juga pengamat isu-isu terorisme tersebut.
Acara tersebut diakhiri dengan diskusi yang di antaranya menghadirkan Rektor Universitas Jambi Prof Sutrisna, Wakil Dekan Fakultas Peternakan Universitas Jambi Fuad Muchlis, Knowledge Manager & Communication LSM Gemawan Pontianak, Muhammad Reza, dan CEO LSM Pundi Sumatra, Dewi Yunita Widiarti