Rabu 04 Jan 2023 13:26 WIB

Pengamat Tanggapi Petisi Kembalikan WFH yang Viral

Kebijakan WFH tak diperlukan jika mode share angkutan umum massal mencapai 50 persen.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Fernan Rahadi
(Foto: ilustrasi, Work from Home)
Foto: Pxfuel
(Foto: ilustrasi, Work from Home)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat transportasi Deddy Herlambang menanggapi petisi kembalikan Work From Home (WFH) di Jakarta yang viral di media sosial. Salah satu hal yang disorot pada petisi tersebut adalah Work From Office (WFO) membuat macet. Inilah yang membuat para pekerja menjadi semakin stres dan memengaruhi peformanya.

Menurut Deddy, kebijakan WFH sebenarnya tidak diperlukan jika mode share angkutan umum massal sudah mencapai 50 persen. Namun, angka tersebut sangat berbanding jauh dengan kondisi di Jabodetabek.

Berdasarkan Jabodetabek Urban Transportation Policy Integration (JUTPI) 2018, mode share angkutan umum massal masih sembilan persen. "Jadi, 89 persen masih menggunakan kendaraan pribadi, komponen ini yang bikin macet," kata Deddy kepada Republika, Rabu (4/1/2023).

Meskipun begitu, Deddy mengatakan ada solusi yang bisa digunakan untuk sementara waktu. Yakni, pemberlakuan waktu jam masuk kerja yang berbeda. "Walau sementara tetapi pemberlakuan waktu jam masuk kerja yang berbeda mungkin dapat mengurangi volume kendaraan pribadi di jalan," ujarnya.

Sebelumnya, petisi Kembalikan Work From Home (WFH) sebab Jalanan Lebih Macet, Polusi, dan Bikin Tidak Produktif yang diunggah di Change.org viral di sosial media. Petisi yang sudah diunggah dua bulan lalu itu meminta perusahaan agar kembali menerapkan WFH. Saat ini, sebagian besar perusahaan sudah mulai kembali menerapkan Work From Office (WFO).

Menurut Riwaty Sidabutar yang memulai petisi, kembali bekerja ke kantor setelah dua tahun di rumah malah membuatnya semakin stres. Sebab, jarak tempuh antara kantor dan rumah terbilang jauh. Misal, dia yang menempuh 20 kilometer ke kantor dan total jarak pulang pergi menjadi 40 kilometer.

"Belum lagi kalau hujan. Bisa-bisa saya terjebak kemacetan lama sekali, satu jam bahkan menggunakan sepeda motor," kata Riwaty.

Selain masalah jarak, dia juga menyebut aturan WFO belum bisa menjamin membuat pekerja lebih produktif. Lamanya waktu dan energi yang dihabiskan di pejalanan membuat pekerja menjadi lebih lelah. Nantinya, inilah yang akan berdampak pada performa kerja.

“Lamanya perjalanan membuat saya menjadi lebih lelah dan hasil pekerjaan tidak sebagus ketika saya bekerja dari rumah. Di rumah, saya merasa lebih percaya diri, lebih aman, dan merasa lebih nyaman. Oleh karena itu, saya ingin meminta agar aturan wajib WFO 100 persen dikaji kembali,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement