REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Dyah Sujirah atau akrab disapa Sipon meninggal dunia pada usia 55 tahun, Kamis (5/1/2023) pukul 13.01 WIB kemarin. Banyak orang mengenal dirinya adalah sosok dari istri aktivis serta penyair Wiji Thukul, namun sejatinya Sipon adalah sosok aktivis itu sendiri.
Sipon teguh memperjuangkan pembersihan nama suaminya. Ia juga dengan setia tetap mencari sosok suaminya yang dikabarkan hilang sejak sebelum reformasi 1997 lalu. Hampir dari setengah hidupnya ia habiskan untuk mencari suami serta keadilan.
"Saya kira Mbak Sipon adalah perempuan yang teguh. Hampir seperempat abad menanti keadilan, menanti pulangnya Wiji Thukul, menanti kepastian adanya Wiji Thukul, dan saya kira sampai akhir hayatnya dia tidak menyerah. Jadi, dia bukan istri aktivis, tapi dia aktivis sendiri," kata adik Wiji Thukul, Wahyu Susilo saat ditemui di rumah duka, Jumat (6/1/2023).
Meski sudah berpulang, sosok aktivis Sipon terekam jelas di puisi Wiji Thukul dalam sajaknya yang berjudul Para Jendral Marah-Marah. Puisi tersebut merekam jelas bahwa Sipon adalah sosok yang peka soal gejolak politik hingga kabar suaminya yang disebut oleh seorang jenderal.
"Kalau di puisi-puisi Thukul mengakui bahwa analisisnya Mbak Pon mengenai situasi terkini. Sehingga Thukul harus melarikan diri, itu memperlihatkan bahwa Mbak Sipon itu bukan istri aktivis tapi dia aktivis sendiri," kata Susilo.
Kiprah Sipon setelah kepergian Wiji Thukul juga masih jelas di ingatan Susilo. Pihaknya terus berusaha mencari keadilan dan kepastian bagi orang orang yang hilang semasa gejolak pergantian dari masa Orde Baru ke Reformasi. Meski menurut Susilo, Sipon sudah dipanggil Tuhan, namun semangatnya masih ada.
"Harapannya Mbak Sipon sudah ga ada tapi semangat untuk mencari keadilan kepastian Wiji Thukul dan korban-korban orang hilang itu akan tetap kita lanjutkan," tegasnya.
Dibentuknya tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia berat masa lalu sesuai dengan Keppres Nomor 17 Tahun 2022 menjadi titik terang. Menurut Susilo, semangat tersebut akan diteruskan oleh anak-anaknya dengan berbagai cara.
"Saya kira ada banyak jalan misalnya pemerintah punya tim non yudisial untuk penyelesaian HAM. Saya kira ini menjadi pelajaran juga bagi mereka bahwa mengedepankan kebutuhan korban itu urgent karena banyak korban menanti keadilan sampai tidak bisa menikmati apa yang seharusnya dia dapatkan ya dari proses penegakan HAM ini sendiri. Saya kira Wani, Fajar (anaknya Sipon dan Wiji Thukul) itu juga akan terus menyanyi berpuisi melanjutkan apa yang selama ini juga disuarakan Mbak Sipon," ujar dia.
Sementara itu, sahabat Sipon, Hastin Dirgantari menjelaskan, perjuangan istri Wiji Thukul tersebut adalah untuk membersihkan nama suaminya yang dicap subversif dan mencarinya setelah hilang.
"Istilahnya dalam hal keadilan Mbak Pon belum menerima keadilan dalam hal hukumnya dalam hal lain belum. (Dapat bantuan atau ganti rugi dari pemerintah?) Belum ada, karena Keppres itu untuk rehabilitasi, kompensasi tapi baru kemarin selesai PPHAMnya itu menyelesaikan tugasnya malah Mbak Sipon sudah gak kuat," katanya.
Selain itu, dengan kepergian Sipon, ia berharap Presiden Jokowi supaya menyelesaikan semua dengan baik. Khususnya yang berkaitan dengan kasus orang hilang.
"Titip pesan buat Pak Jokowi supaya menyelesaikan semua dengan baik, supaya teman-teman keluarga yang lain jangan pergi dulu sebelum didapat. Banyak orang penghilangan paksa yang orang tuanya sudah pergi sehingga tidak bisa menikmati keadilan bagi mereka. Sehingga saya pesen menyelesaikan secara hukum kalau bisa juga rehabilitasi dan kompensasi dari pemerintah supaya nama Wiji Thukul bersih lagi, soale dari dulu masih dianggap subversif," jelasnya.
Sekadar informasi, setelah Sipon berpulang banyak karangan bungan dari berbagai pihak, mulai dari Presiden Jokowi, Staf Kepresidenan Moeldoko, Anies Baswedan, dan wali kota Solo, dan beberapa lainnya.