REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Layanan kesehatan dinilai penting untuk menjangkau para lanjut usia (lansia). Hal tersebut menjadi salah satu rekomendasi yang disampaikan dalam studi komparatif perawatan lanjut usia (lansia) yang dilakukan atas kerja sama antara Unika Atma Jaya Jakarta dan University of Southampton (UK), bersama dengan Loughborough University (UK) dan Oxford University (UK).
"Ada empat rekomendasi yang perlu diprioritaskan oleh stakeholder baik pemerintah, masyarakat sipil, maupun komunitas, pertama, hambatan penggunaan layanan kesehatan pada lansia harus diatasi. Kedua, layanan kesehatan harus menjangkau lansia," kata Guru Besar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unika Atma Jaya Jakarta, Yvonne Suzy Handajani.
Kemudian rekomendasi yang ketiga, relawan perawatan kesehatan dan perawat informal membutuhkan pelatihan. Lalu Yvonne mengatakan, diperlukan perlindungan sosial untuk dukungan ekonomi. "Paradoks bahwa lansia yang paling membutuhkan perawatan medis dan sosial justru tidak dapat mengakses layanan kesehatan karena ringkih/renta, masalah mobilitas, disabilitas, atau kemiskinan, perlu segera diatasi," ujarnya.
Ia mengatakan peningkatan harapan hidup berkontribusi pada penyakit kronis, keterbatasan fungsional, dan penurunan fungsi kognitif pada lanjut usia (lansia). Tanpa perawatan yang tepat, kualitas hidup dan kesehatan lansia beresiko memburuk.
Pada 2021, Indonesia menerbitkan Strategi Nasional Kelanjutusiaan dengan komitmen
terhadap 'layanan perawatan jangka panjang komprehensif yang mencakup aspek kesehatan dan sosial lansia'. Di tahun yang sama, PBB meluncurkan Dekade Lansia Sehat (Decade of Healthy Aging) untuk mengembangkan layanan kesehatan dan perawatan terintegrasi lansia.
Sementara itu studi komparatif tersebut sudah dilakukan sejak 2019. Tujuan studi tersebut untuk memahami siapa yang terlibat dalam perawatan lansia, apa preferensi dan kebutuhan lansia, dan bagaimana keluarga lansia dapat didukung oleh layanan kesehatan, lembaga pemerintah, dan non-pemerintah.
"Studi komparatif berbentuk penelitian etnografi ini dilakukan di lima lokasi di Indonesia (DKI Jakarta, Sumatra Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur)," ungkapnya.
Kegiatan diskusi stakeholder dijadwalkan akan digelar di University Club UGM. Kegiatan tersebut merupakan diseminasi Studi Komparatif Perawatan Lanjut Usia dan peluncuran Policy Brief bertajuk 'Jaringan Perawatan Lansia di Indonesia: Temuan dan Rekomendasi Kebijakan'.
Temuan Studi Komparatif menyebutkan lansia dengan ketergantungan perawatan cenderung ‘tidak terlihat’ dalam kebijakan publik yang memprioritaskan representasi 'lansia sukses' dan 'lansia tangguh'. Hal ini diperburuk dengan kemiskinan yang membuat keluarga tidak mampu membeli alat bantu kesehatan, seperti popok dewasa atau kursi roda.
"Perawat informal juga harus melakukan beberapa hal sekaligus yaitu perawatan lansia dan pekerjaan untuk mendapatkan uang. Beban berat ini membuat lansia mendapat perawatan
meski tidak sesuai dengan kebutuhannya, semisal, keluarga tidak mengetahui cara mencegah luka baring bagi lansia tirah baring. Penggunaan layanan kesehatan juga rendah bagi lansia dengan ketergantungan perawatan," ujarnya.
Kemudian minimnya penggunaan layanan kesehatan tidak diimbangi dengan inisiatif layanan berbasis kunjungan ke rumah lansia. Kader aktif menyediakan pengecekan dan informasi kesehatan bagi lansia di komunitas, namun masih jarang berinteraksi dengan lansia yang mempunyai kebutuhan perawatan tinggi.
Akibatnya, lansia yang paling membutuhkan dukungan justru tidak menerima apa yang mereka perlukan. Kegiatan ini dihadiri kepala daerah dan perwakilan kepala dinas yang mempunyai tanggung jawab pada kebijakan serta program kelanjutusiaan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selanjutnya, pada 11-12 Januari, kegiatan diskusi stakeholder ini dilanjutkan dengan penyelenggaraan Konferensi Akademik Internasional bertajuk Dinamika Perawatan di Indonesia Masa Kini bertempat di Pusat Studi Kebijakan Kependudukan UGM.