REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Desakan mundur dari kompetisi Liga 1 Indonesia terus muncul untuk Arema FC. Terbaru, sejumlah suporter yang melakukan aksi pada akhir pekan lalu menyatakan tuntutan tersebut sebagai tindak lanjut tragedi Kanjuruhan.
Setidaknya, ada sejumlah tuntutan utama yang disampaikan perwakilan aksi demonstrasi di depan Kantor Arema FC, Ahad (15/1/2023). Pertama, yakni mereka menuntut Arema FC untuk mundur dari kompetisi. Tuntutan kedua terkait penolakan segala aktivitas Arema FC sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam tragedi Kanjuruhan untuk beraktivitas di Malang Raya.
Selain itu, massa aksi juga mendesak PT ABBI (Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia) sebagai subjek hukum untuk ikut berpartisipasi aktif dalam upaya usut tuntas tragedi Kanjuruhan. Kemudian juga diminta kooperatif dalam proses hukum yang berjalan.
Berdasarkan regulasi BRI Liga 1 2022/2023 pasal 7, terdapat sejumlah aturan yang harus diperhatikan apabila Arema FC mengundurkan diri setelah kompetisi dimulai. Jika hal tersebut terjadi, seluruh hasil pertandingan yang telah dijalankan Arema FC dibatalkan dan dinyatakan tidak sah.
Seluruh poin dan gol yang diraih termasuk oleh tim lawan Arema FC tidak akan dihitung. Selanjutnya, seluruh pertandingan terjadwal Arema FC akan dibatalkan. Aturan ketiga, yakni Arema FC harus membayar biaya kompensasi terhadap kerugian yang dialami klub lainnya, PSSI, PT LIB, sponsor, televisi, dan lain-lain.
Nilai kompensasi akan ditentukan oleh PSSI. Aturan keempat, yaitu Arema FC harus didiskualifikasi di dua musim berikutnya dan hanya dapat bermain di kompetisi yang ditentukan oleh PSSI. Berikutnya, Arema FC dapat dikenakan denda Rp 3 miliar apabila mengundurkan diri pada putaran satu.
Lalu dapat dikenakan denda Rp 5 miliar apabila mengundurkan diri pada putaran kedua. Berikutnya, Arema FC dapat dilaporkan ke Komite Disiplin PSSI untuk mendapatkan sanksi tambahan. Kemudian Arema FC juga harus mengembalikan seluruh kontribusi yang telah diterima terkait penyelenggaraan BRI Liga 1.
Meskipun demikian, ketentuan pada aturan pasal ini tidak berlaku untuk keadaan force majeure yang diakui oleh LIB, PSSI, dan RI. Kemudian juga LIB dan PSSI memiliki diskresi untuk melakukan tindakan yang diperlukan terhadap kondisi yang timbul karena force majeure.