REPUBLIKA.CO.ID, BATANG -- Pengadilan Agama Kabupaten Batang, Jawa Tengah, menginformasikan bahwa selama 2022 angka perceraian di daerah setempat mencapai sekitar 2.500 kasus, 1.608 kasus di antaranya gugat cerai. Masalah ekonomi mendominasi angka perceraian di daerah itu.
"Ya kasus gugat cerai memang lebih banyak dibanding gugat talak sebanyak 455 kasus," kata Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Batang Ikin, Kamis (26/1/2023).
Menurut dia, penyebab kasus perceraian yang diajukan oleh pihak istri ini adalah sebagian besar karena faktor ekonomi.
"Ya, hampir setiap tahunnya angka perceraian berada sekitar 2.500 kasus. Penyebabnya karena faktor nafkah yang diberikan suami pada istrinya tidak mencukupi," katanya.
Adapun untuk kasus gugat talak yang diajukan oleh suami, kata dia, sebagian besar karena faktor terjadinya perselingkuhan yang dilakukan oleh istri.
Ikin mengatakan angka perceraian pada 2022 mencapai 2.500 kasus atau meningkat dibanding tahun sebelumnya sebanyak 2.422 kasus dengan faktor penyebabnya adalah masalah pemenuhan kebutuhan ekonomi.
Padahal, kata dia, saat ini sudah ada peraturan baru yang diterapkan terkait dasar pengajuan perceraian yaitu tidak diberi nafkah selama dua atau tiga bulan tidak lagi diterima sebagai alasan pengajuan perceraian.
"Untuk faktor ekonomi karena tidak diberi nafkah dua sampai tiga bulan dianggap masih prematur jika dijadikan dasar pengajuan perceraian karena bisa saja istri sudah punya laki-laki lain sehingga mengajukan gugatan," katanya.
Dikatakan angka perceraian juga bisa meningkat karena adanya kawasan industri. Dengan adanya Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) diperkirakan angka perceraian di daerah ini akan meningkat karena mereka yang bekerja di perusahaan itu banyak juga berasal dari daerah lain.
"Berkaca dari daerah lain seperti Cikarang maupun Rembang, keberadaan kawasan industri akan menyebabkan meningkatnya kasus perceraian karena mereka yang bekerja tidak hanya warga Batang saja melainkan dari daerah lain," ujar dia.