REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Tanda pagar (tagar) Universitas Gagal Merakyat menjadi trending di media sosial Twitter, Sabtu (28/1/2023) malam. Tagar tersebut merupakan bentuk kritik terkait rencana penerapan uang pangkal bagi mahasiswa baru Universitas Gadjah Mada (UGM).
Ajakan tersebut awalnya diserukan akun Aliansi Mahasiswa UGM @UGMBergerak, Jumat (27/1) malam. "Ajakan bersuara di media, jerat kapitalisme pendidikan ditampilkan melalui sebuah wacana yang cukup 'menyilaukan' bagi calon mahasiswa. Universitas Gadjah Mada seolah berlomba mengadopsi wacana ini dalam pengelolaan perguruan tinggi," tulis akun @UGMBergerak.
Akun Aliansi Mahasiswa UGM juga mempertanyakan jati diri UGM yang kerap disebut sebagai Universitas Kerakyatan. UGM seharusnya menjaga marwah sebagai Universitas Kerakyatan.
"Namun dengan adanya wacana penerapan uang pangkal dan telah hadirnya SSPI, UGM telah resmi menodai jati dirinya sendiri sebagai universitas kerakyatan," tulisnya.
SSPI merupakan Sumbangan Sukarela Pengembangan Institusi. SSPI dirilis pada 12 Juli 2022 lalu. SSPI bersifat sukarela untuk mahasiswa baru jalur Computer Based Test-Ujian Mandiri (CBT-UM). Penggunaan dana SSPI tersebut digunakan untuk membangun sarana dan prasarana yang bertujuan meningkatkan kualitas pembelajaran mahasiswa.
Namun dalam perjalanannya SSPI memunculkan sejumlah persoalan. Dalam utas yang ditulis salah seorang mahasiswa, Arifin di akunnya @arifinsb_ berjudul 'Ada Apa Dengan UGM?' yang telah dikonfirmasi Republika untuk dikutip, kebijakan SSPI tersebut hadir tanpa ada sosialisasi dan edukasi bagi mahasiswa baru lantara kebijakan tersebut muncul pada saat registrasi mahasiswa jalur CBT-UM.
"Berdasarkan informasi dari kawan-kawan saya yang berada di ormada, formad, dan advokasi fakultas memang benar adanya SSPI ini terdapat beberapa kendala, salah satunya sistem error. Mahasiswa tidak bisa memilih 0 pada nominal sumbangan," tulis Arifin.
Setelah ditanggapi oleh Formad, akhirnya terdapat perbaikan dan perpanjangan masa pengisian. Tidak sampai disitu, pihak rektorat tetap menerapkan SSPI.
Dalam utas tersebut, Arifin menjelaskan setelah bulan Juli 2022, lingkar diskusi di kampus ramai membicarakan arah kebijakan SSPI. Ada ketakutan bahwa SSPI akan berubah dari yang sifatnya sukarela menjadi wajib.
"Dari Agustus hingga November, diskusi panas terkait SSPI tetap eksis di lingkar diskusi mahasiswa. Dengan ketakutan yang masih sama, akan adanya kebijakan yang nantinya mewajibkan mahasiswa untuk membayar dengan nominal tertentu #UniversitasGagalMerakyat," tulisnya.
Pada 13 Desember 2022 mahasiwa yang diwakili Formad, BEM KM, Forkom, Pers Mahasiswa hadir dalam forum hearing bersama rektorat. Namun Rektor UGM, Ova Emilia, tidak hadir dalam hearing tersebut. Hearing tersebut menghasilkan pakta yang ditandatangani Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Arie Sujito.
Terdapat 22 poin dalam pakta tersebut. Namun dari 22 poin tersebut hanya 21 poin yang ditandatangani wakil rektor. Satu poin yang dikecualikan adalah poin nomor 12 yang berbunyi 'mencabut kebijakan SSPI di UGM'.
Forum hearing rektorat akhirnya kembali dilakukan pada 17 Januari 2023. Kali ini Rektor UGM, Ova Emilia hadir dalam hearing tersebut.
Isu SSPI kembali disoroti dalam hearing tersebut. Dikutip dari BulaksumurUGM.com, Ova menegaskan kembali sifat sukarela SSPI. Meski dikatakan bersifat sukarela, namun yang terjadi banyak mahasiswa yang tidak bisa memilih opsi nol pada saat mengisi nominal SSPI.
Ova mengatakan bahwa Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA) akan kembali diberlakukan pada masa mendatang. Untuk diketahui SPMA sebelumnya telah dihapuskan bagi seluruh mahasiswa UGM sejak 2013 lalu. Ova juga menjelaskan bahwa jenis pungutan tersebut akan dibebankan pada calon mahasiswa yang diterima melalui jalur CBT-UM.
Ova juga mengungkapkan bahwa 95 persen mahasiswa kaya yang masuk UGM melalui jalur mandiri memilih gratis jika ada pilihannya. Hal itulah yang menjadi salah satu pertimbangan rektorat UGM mengganti SSPI menjadi SPMA.
Ketua BEM KM UGM, Gielbran Muhammad Noor meminta pihak UGM mengkaji kembali kebijakan SSPI. Ia juga meminta agar mahasiswa dilibatkan dalam pengkajian kebijakan penerapan SPMA tersebut.