Selasa 31 Jan 2023 09:22 WIB

Kekerasan di Sepak Bola, Pengamat: Jangan Dianggap Remeh

Hendaknya aksi kekerasan dapat diantisipasi sehingga tidak terulang lagi.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
Salah satu sudut bus Arema FC yang mengalami kerusakan.
Foto: Dok. Arema FC
Salah satu sudut bus Arema FC yang mengalami kerusakan.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kasus kekerasan di sepak bola Indonesia terus terjadi selama beberapa waktu terakhir. Terbaru, kantor Arema FC harus mengalami kerusakan setelah terjadi bentrokan antara suporter Aremania dan tim pengaman markas 'Singo Edan'.

Pengamat sepak bola dari Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali mengatakan, kejadian tersebut sudah seharusnya untuk tidak dianggap remeh. Pasalnya, sejauh ini kasus-kasus tersebut acap dianggap remeh oleh sejumlah pihak. "Baik itu oleh PSSI,  manajemen klub, bahkan oleh pemerintah melalui kepolisian," kata Akmal saat dihubungi Republika.

Menurut Akmal, kejadian yang terjadi di Malang sebenarnya sudah termasuk tindak pidana. Hal ini karena aksi tersebut termasuk perusakan hak milik orang lain. Dia berharap hal tersebut dapat diantisipasi sehingga tidak terulang lagi di masa mendatang.

Di samping itu, Akmal juga turut menyoroti kejadian perusakan bus milik Arema FC dan Persis Solo, beberapa waktu lalu. Menurut dia, tindakan itu dapat terjadi karena selama ini kejadian serupa tidak pernah ditangani secara hukum.

Fenomena tersebut dianggap hal biasa di dunia sepak bola meskipun sebenarnya sudah masuk ranah pidana. Karena dianggap biasa, maka orang melihatnya bukan sebagai suatu masalah apabila melakukan perusakan.

Terlebih apabila orang membandingkan dengan kejadian tragedi Kanjuruhan di mana pelakunya tidak diproses secara hukum.

"Orang akan berpikiran kita merusak bus tidak masalah, loh di Kanjuruhan tidak dihukum. Kita merusak fasum (fasilitas umum) tidak apa-apa dong, orang di Kanjuruhan tidak dihukum. Bahkan, membunuh orang tidak masalah karena Kanjuruhan 135 orang meninggal dunia tidak ada yang dihukum itu. Ini bahaya untuk penegakan hukum di Indonesia," jelas dia.

Akmal menyarankan agar semua komponen dapat menyelesaikan tragedi Kanjuruhan secara tuntas. Hal ini penting agar tidak ada orang yang berpikiran untuk menghalalkan segala cara dalam menyampaikan kekecewaannya. Kemudian juga untuk menghindari orang-orang melakukan pelanggaran hukum juga ke depannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement