Sabtu 04 Feb 2023 14:40 WIB

Tanggapan DPRD DIY Soal Keraton tak Lepas SG dan TKD untuk Tol

Dalam perda, Sultan Ground bisa dimanfaatkan untuk tiga kepentingan.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Wakil Ketua DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Huda Tri Yudiana.
Foto: Dok. Republika
Wakil Ketua DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Huda Tri Yudiana.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- DPRD DIY menanggapi kebijakan Keraton Yogyakarta yang tidak melepas kepemilikan Sultan Ground (SG) dan tanah kas desa (TKD) untuk proyek pembangunan tol di DIY. Menurut Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana, kebijakan tersebut sudah tepat.

Sebab, keraton melakukan kebijakan bahwa penggunaan SG untuk tol dilakukan dengan sistem sewa. "Jalan tol tetap akan bisa dibangun di atas SG maupun TKD, hanya statusnya saja tidak kepemilikan, tetapi sewa-menyewa," kata Huda di Yogyakarta, Sabtu (3/2/2023).

Huda menyebut, penggunaan SG dan TKD tanpa mekanisme pelepasan merupakan wujud perlindungan terhadap kepentingan budaya dan kalurahan. Adanya proyek jalan tol, dikatakan, harus membawa kemanfaatan lebih dan jangka panjang bagi masyarakat DIY, termasuk kepentingan kebudayaan keraton dan kalurahan/desa.

"Kalau beli putus, kemanfaatannya akan kurang dan kalurahan akan sangat kesulitan mencari tanah pengganti, sebagaimana pelepasan TKD yang lalu-lalu oleh pemkab/pemkab," ujar Huda.

"Biasanya uangnya hanya ditaruh rekening di bank bertahun-tahun dan susah mencari pengganti senilai, karena pelepasan TKD harus mencari tanah pengganti. Nilai uang di bank sudah pasti akan turun karena inflasi, sementara aset senilai sulit dicari, pasti rugi dalam hal ini," jelasnya.

Menurut Huda, akan sangat aman bagi pemerintah pusat menggunakan SG dan TKD untuk jalan tol, meskipun kepemilikannya tidak oleh pemerintah pusat. SG dan TKD, lanjutnya sudah diatur dengan Undang-Undang Keistimewaan DIY dan juga Perdais Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten.

Dalam perda tersebut, SG bisa dimanfaatkan untuk tiga kepentingan, yaitu untuk pengembangan kebudayaan, sosial dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu pemanfaatan dan pengelolaannya juga berdasarkan hak asal-usul, efektivitas pemerintahan, dan kearifan lokal.

"Mekanisme pemanfaatannya juga sudah sangat jelas diatur. Memang ada mekanisme pelepasan untuk kepentingan umum, tapi itu akan sangat merepotkan, dan menurut saya merugikan masyarakat maupun desa," tambah Huda.

Lebih lanjut, Huda menuturkan, jika sistem sewa terhadap SG dan tkd dilakukan maka tidak ada aset yang hilang. Selain itu, juga didapatkan biaya sewa tahunan yang bisa digunakan untuk kesejahteraan masyarakat dan kepentingan kebudayaan.

"Jangan lihat saat ini nilainya, tapi 10 atau 20 tahun mendatang. Kebijakan ini baru akan terlihat manfaat nyatanya, artinya kebijakan ini visioner untuk kepentingan desa dan kebudayaan," lanjutnya.

Selain itu, pemerintah maupun pengelola jalan tol juga tidak perlu mengeluarkan uang besar di depan untuk pembelian tanah, dan proyek pembangunan tetap berjalan.

"Terkait ganti untung tanah tanah warga yang digunakan untuk jalan tol, saya minta agar dilakukan appraisal secara baik dan profesional, jangan jadinya malah warga rugi. Banyak keluhan warga yang rumahnya digunakan jalan tol, tapi ganti untungnya tidak cukup untuk beli rumah baru yang sepadan," kata dia.

Sebelumnya, tanah milik Keraton Yogyakarta yakni SG ada yang digunakan untuk pembangunan jalan tol. Meski begitu, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, sistemnya disewakan.

"Prinsip tidak berubah, disewa. Terserah nyewanya dengan jangka waktu 20 tahun atau diperpanjang 40 tahun," kata Sultan beberapa waktu lalu.

Sultan menegaskan, Sultan Ground yang digunakan untuk tol tidak diperjualbelikan. "Dibayar ya dibayar (sewanya), pokoknya statusnya tidak transaksi jual beli, prinsipnya itu saja," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement