REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera, menanggapi soal isu penundaan pemilu yang kembali muncul. Ia menduga ada gerakan dari pihak tertentu yang terus berupaya agar Pemilu 2024 ditunda.
"Semua all is set up, siap berjalan bersama dan tidak ada isu penundaan. Tapi rumornya terus berkembang, dan tidak ada asap kecuali ada apinya. Kami merasa ada gerakan itu, dan itu gerakan yang sangat berbahaya yang bertentangan dengan konstitusi dan bisa mematikan demokrasi," kata Mardani kepada wartawan di Universitas Islam Indonesia (UII), Selasa (7/2/2023).
Ketua DPP PKS itu tak merinci siapa pihak yang dimaksud. Menurutnya hal tersebut masih sulit untuk dibuktikan. "Siapanya kami belum bisa deteksi secara spesifik karena ini seperti orang buang angin, baunya tahu tapi nggak ada yang ngaku, kita mau nuduh juga gak bisa karena belum punya metodenya," ujarnya.
Mardani menegaskan bahwa dirinya menolak ide gagasan penundaan pemilu, termasuk perpanjangan jabatan presiden. Ia mengajak masyarakat untuk terus menjaga nilai-nilai demokrasi di Indonesia.
"Yang jelas kami cerca dan kami tolak dan kami ajak masyarakat untuk sama-sama menjaga demokrasi dengan menolak ide-ide absurd naif seperti itu," ujarnya.
Mardani mengatakan Komisi II DPR bersama dengan KPU, Bawaslu, DKPP, dan Kemendagri dalam rapatnya juga secara tegas dan jelas mengatakan bahwa pemilu dilaksanakan 14 Februari 2024. Sementara untuk pilkada digelar 27 November 2024.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, isu penundaan Pemilu 2024 atau perpanjangan masa jabatan presiden tidak bersumber dari internal pemerintah. Namun, dia tidak mempersoalkan usulan tersebut karena dinilainya sebagai hak menyatakan pendapat.
"Kalau dari pemerintah, jelas. Bahwa kemudian ada pikiran-pikiran lain, saya katakan, itu di luar pemerintah dan itu hak," kata Mahfud.
Menurut Mahfud, aspirasi seseorang untuk menunda penyelenggaraan pemilu atau memperpanjang masa jabatan presiden tidak bisa dihalangi. Sebab, aspirasi merupakan hal yang tidak melanggar hukum.
"Kita tidak bisa menghalangi kalau seorang ketua partai politik, kelompok masyarakat tertentu, berwacana itu (masa jabatan presiden) harus diperpanjang. Itu kan, ya, tidak melanggar hukum," ujar mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.