REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Gadjah Mada (UGM) berkomitmen untuk terus menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkompetensi baik dan berkualitas. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memfasilitasi para mahasiswa agar dapat menyelesaikan studinya. Untuk itu UGM memastikan akan terus memberikan dukungan baik dari segi pembiayaan maupun dukungan lainnya.
"Belum pernah ada cerita mahasiswa DO (drop out) karena tidak mampu membayar UKT (Uang Kuliah Tunggal). UGM selalu berkomitmen dan akan terus berkomitmen membantu mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang kurang menguntungkan," kata Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Keuangan, Supriyadi, dalam acara Pojok Bulaksumur, Rabu (8/2/2023).
Supriyadi mengatakan UGM sangat terbuka apabila ada mahasiswa yang kesulitan membayar UKT. Ia mempersilakan mahasiswa untuk mengajukan keringanan UKT apabila saat terakhir pembayaran UKT mahasiswa belum bisa membayar. "Silakan aja mengajukan, datang ke fakultas,bahkan bisa juga ke kantor saya menyampaikan keluhannya," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Direktur Keuangan UGM, Syaiful Ali. Syaiful mengatakan sejak awal UGM sudah membuat mekanisme agar mahasiswa membayar UKT sesuai kemampuan membayar mereka. UGM akan memeriksa secara teliti dokumen dari masing-masing mahasiswa. "Kalau dokumen-dokumen yang diunggah membuat dia masuk di level UKT terendah itu diberikan," ucapnya.
Selain itu mahasiswa juga bisa mengajukan keberatan pembayaran UKT, pembebasan sementara UKT, pengurangan UKT, perubahan kelompok UKT, atau pembayaran UKT secara mengangsur. Termasuk apabila orang tua mengalami pendapatan drastis di tengah mahasiswa menjalani perkuliahan, mahasiswa juga bisa mengajukan keringanan.
"Misalnya di tahun 2021 sekitar 13 ribu (yang mengajukan keringanan), yang ditolak kan nggak sampai 500, kita sangat concern dengan itu dan ya kita carikan solusinya. Per tahun kita memberi bantuan keringanan UKT rata-rata sebesar Rp 20 miliar," katanya.