REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengamat Komunikasi Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad meminta media massa menjaga independensi dengan menolak dimanfaatkan sebagai sarana propaganda atau mobilisasi politik kelompok tertentu. Ia mengatakan berbagai regulasi seperti Undang-Undang (UU) Pers, UU Penyiaran, serta UU Pemilu dapat menjaga media untuk tetap pada relnya.
"(Dengan) regulasi-regulasi semacam itu diharapkan media tidak lagi bisa dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu sebagai propaganda politik atau mobilisasi politik," kata dosen Departemen Ilmu Komunikasi UGM itu.
Pada momentum Hari Pers Nasional 2023 kali ini, Nyarwi berharap insan media tetap berpegang kuat pada prinsip-prinsip jurnalisme. Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Presidential Studies (IPS) ini, independensi pers penting untuk tetap dijaga karena sebagai pilar keempat demokrasi, media sangat dibutuhkan di tengah kehidupan masyarakat.
Meskipun selalu dituntut independen, ia menilai wajar jika media memiliki orientasi tertentu atau keberpihakan selama keberpihakan tersebut masih dalam koridor kepentingan publik. Hal itu, kata dia, bisa dilakukan media entah dalam rangka mengkritisi atau bahkan memberikan masukan pada lingkar kekuasaan eksekutif, legislatif, dan lembaga-lembaga penegak hukum.
"Mungkin bisa juga dengan mengingatkan masyarakat terkait beberapa hal yang krusial yang menjadi agenda publik, dimana masyarakat tidak menyadari secara penuh. Keberpihakan itu harus, tetapi yang perlu dijaga adalah profesionalitas dalam bekerja," katanya.
Di tengah perkembangan platform digital dan media sosial, menurut dia, media tetap dituntut profesional dalam menerapkan prinsip cover both side, melakukan verifikasi, mencerna dan menyaring informasi, hingga menghasilkan berita yang kredibel.
"Di tengah perkembangan yang terus terjadi, profesionalitas dan kapasitas kinerja dari organisasi media menjadi sesuatu yang sangat penting dikembangkan secara serius," ujar Nyarwi.