Jumat 10 Feb 2023 17:58 WIB

Cegah Dini Politik SARA Jelang Kontestasi Pemilu 2024

Politik SARA yang demikian memicu situasi masyarakat menjadi panas.

Ilustrasi Pemilu
Foto: republika/mgrol100
Ilustrasi Pemilu

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Menjelang kontestasi pemilu 2024, mesin-mesin politik akan banyak bergerak untuk mendulang suara. Para politisi akan menggunakan berbagai strategi untuk memenangkan kontestasi. Hanya saja, dalam praktiknya, masih teringat jelas bagaimana kontestasi Pemilu 2019 lalu menimbulkan friksi dalam kehidupan sosial politik masyarakat akibat kampanye hitam dan politik identitas dalam upaya meraih simpati publik.

"Isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) dimainkan oleh para pihak yang sesungguhnya telah teridentifikasi merupakan kelompok kepentingan yang ingin menang dengan berbagai cara. Hal seperti ini harus dicegah secara dini agar proses demokrasi berjalan lancar, aman, dan damai," ujar Sekretaris MUI Kota Serang, KH Amas Tadjuddin di Banten, Kamis (9/1/2023).

Ia mengungkapkan, politik SARA yang demikian memicu situasi masyarakat menjadi panas dan mudah "terbakar", terlebih dibumbui ujaran kebencian dengan "digoreng" minyak bernuansa asing, sehingga menimbulkan gangguan kerukunan, berakhir pecah konflik terbuka.

"Produksi hoaks dan fitnah meningkat, bahkan dalil ayat-ayat suci (kitab suci) tersebar dimanipulasi sedemikian rupa guna mencekoki dan membodohi umat sejagat. Yang penting menang," katanya.

Hal tersebut yang coba dikritisi oleh Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Banten ini. Tatkala misi untuk kepentingan rakyat tak lebih hanya sebagai narasi untuk mengklaim sebuah kebenaran sepihak saja, dan hanya sebagai alasan pribadi atau janji dalam kampanye belaka yang dilakukan secara individu bahkan berjamaah.

Berkaca pada Pemilu 2019, kontestasi politik tidak sedikit diwarnai dengan nuansa permusuhan. Jika dipandang perlu, bagi pihak yang dianggap tidak sepaham dan beda pilihan dengan kelompoknya segera dilayangkan tuduhan ‘anda salah, kafir, munafik, musyrik, murtad’.

"Inilah inti persoalan (berbalut nafsu) golongan manusia dalam jagat politik jelang pemilu," ungkap  Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Banten ini.

Oleh karena itu, Amas menjelaskan, perlunya peran aktif dan kearifan semua tokoh untuk melakukan deteksi dini dan pencegah dini sebelum rumah Indonesia menjadi ‘panas terbakar’ dan hangus meluas.

"Dalam situasi seperti ini, maka jalan penegakan hukum yang dilakukan  oleh pemerintah, aparat Kepolisian, apparat penegak hukum lainya,  serta KPU-Bawaslu adalah bagian dari jalan upaya serius untuk mewujudkan Indonesia rukun, yang perlu didukung oleh seluruh komponen masyarakat sebagai bagian dari solusi menjaga pemilu 2024 berkualitas," jelasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement