Senin 13 Feb 2023 10:17 WIB

Bangun Iklim Riset Dianggap Jadi Tantangan Besar Bagi Universitas Brawijaya

Untuk membangun iklim riset, UB harus berusaha mengundang ilmuwan yang dapat menetap.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Fernan Rahadi
Universitas Brawijaya (UB) di Malang, Jawa TImur
Foto: humas UB
Universitas Brawijaya (UB) di Malang, Jawa TImur

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Rektor Universitas Brawijaya, (UB), Profesor Widodo, menilai, iklim riset menjadi tantangan besar bagi kampusnya. Hal ini terutama untuk menjadi AI & Digital Campus di masa mendatang.

Untuk membangun iklim riset, UB harus berusaha mengundang ilmuwan yang dapat menetap di kampus. Kedua, yakni dengan cara menambah jumlah mahasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU). Kemudian langkah ketiga, yakni dengan melaksanakan manajemen pendanaan riset.

Widodo menegaskan, pendanaan riset tidak selalu fokus pada jumlah anggaran. Hal ini juga dapat berupa manajemen pendanaan riset agar diberikan ke orang-orang yang tepat. Sementara itu, cara keempat membangun iklim riset melalui magang staf pengajar ke kampus luar negeri yang bagus risetnya.

Ia menyampaikan, kulitas riset yang tersedia di UB masih belum bagus. Untuk mendekatkan ke rekognisi internasional, maka caranya dengan menggunakan Artificial Intellegence (AI). Hal ini penting apalagi UB telah mendeklarasikan diri sebagai AI & Digital Campus.

"Kalau mau berkembang harus berkolaborasi salah satunya dengan digital, karena AI sifatnya diverse," kata Widodo.

Di samping itu, Widodo juga berpendapat pendidikan digital akan memudahkan mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan karena bersifat fleksibel. Untuk masuk ke arah tersebut, maka tata kelola dan perangkat harus dipersiapkan.

UB sendiri telah memiliki supercomputer NVIDIA DGX A100. Supercomputer ini dapat dimanfaatkan mahasiswa dan dosen yang memerlukan perangkat komputasi tinggi untuk melaksanakan riset dan publikasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement