Senin 13 Feb 2023 14:51 WIB

Pidato Ketum PBNU pada Penganugerahan Doktor Honoris Causa UIN Suka

Ia menegaskan PBNU senantiasa akan memperjuangkan kemanusiaan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Fernan Rahadi
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf.
Foto: Prayogi/Republika
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, menyampaikan pidatonya dalam penganugerahan gelar doktor Honoris Causa (HC) oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam pidatonya, Gus Yahya menjelaskan tentang bagaimana seharusnya Islam hadir dalam peradaban saat ini.

Gus Yahya mengatakan kecemasan bahwa Islam berada di bawah tekanan, dan di bawah ancaman dari berbagai arah telah mengganggu pikirannya sejak lama. Pikiran tersebut menurutnya sangatlah menyakitkan,.

"Pikiran ini datang dari pengetahuan saya tentang realitas kondisi Muslim yang ada di seluruh dunia," kata Gus Yahya, Senin (13/2/2023).

Dirinya pernah menyaksikan bagaimana NU diperlakukan di bawah rezim Soeharto. Menurutnya hal tersebut merupakan ancaman yang sangat mengerikan ketika itu.

Gus Yahya mengatakan adanya pikiran-pikiran bahwa Islam berada di bawah ancaman tersebut kemudian memunculkan pikiran untuk melawan kembali pihak-pihak luar yang mengancaman Islam tersebut. Hal tersebut tidak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga di dunia internasional. Di tengah perjalanan, dirinya mengaku beruntung bertemu Abdurrahman Wahid (Gus Dur). 

"Dia (Gus Dur) melalui berbagai cara membuka mata saya tentang realitas (umat Islam)," ucapnya.

Dirinya sempat mengambil perkuliahan jurusan Sosiologi di Universitas Gadjah Mada (UGM). Hal itu dilakukan dalam upaya mencari jawaban bagaimana posisi Islam dalam konteks peradaban saat ini. 

"Namun saya tidak menyelesaikan studinya karena saya mudah bosan dengan buku, dan saya mudah mengantuk ketika mendengarkan dosen, tidak hanya dosen di universitas tetapi juga di pesantren, tetapi saya mencari jawaban tentang itu," ujarnya.

Dirinya kemudian menyadari beberapa hal bahwa kecemasan tersebut tidak hanya di dalam pikirannya. Dirinya juga menyadari bahwa tidak mudah menang dalam melawan pihak-pihak lain mengancam umat Islam. begitu pun tidak ada kesempatan untuk menang.

"Jika konflik terjadi antara Islam dengan yang lain, maka tidak akan ada pemenang, semua akan menjadi pecundang," tegasnya. 

"Jika kemanusiaan menang, semua orang menang. Jika kemanusiaan menang, Islam menang, Kristen menang, Hindu menang, Buddha menang, setiap orang menang, Syiah menang, Sunni menang, semua orang menang," katanya.

Ia menegaskan PBNU senantiasa akan memperjuangkan kemanusiaan. Meskipun ia menyadari hal tersebut tidaklah mudah.

"Sebagai ketua umum di Nahdlatul Ulama dan memasuki abad ke-2 Nahdlatul Ulama, saya katakan ini misi Nahdlatul Ulama, berjuang untuk masa depan kita," ungkapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement