REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Stunting (gagal tumbuh kembang pada anak) bukan sekadar persoalan ‘kerdil’ atau kondisi fisik yang tidak berkembang. Kondisi stunting di masa kecil juga bisa berakibat lemah fisik (sakit-sakitan) di usia tua.
Upaya mencegah dan menangani stunting hari ini, adalah ikhtiar untuk menyiapkan masa depan Indonesia. Maka kalau upaya penanganan stunting ini gagal, bangsa ini juga bakal kehilangan ‘usia emas’ masa depan.
“Jika sudah terlanjur, itu akan maka kita akan sulit melakukan recovery,” tegas Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, saat memberikan sambutan pada acara Rakerda Program Bangga Kencana dan Percepatan Penanganan Stunting Provinsi Jateng 2023’ di Hotel Santika Premiere Semarang, Kota Semarang, Senin (13/2/2023).
Penanganan stunting di Jateng, lanjut gubernur, harus ‘digas pol’ dan lebih cepat lebih baik. Mengatasi stunting tidak boleh setengah-setengah, apalagi sudah ada Dana Alokasi Khusus untuk penanganan stunting yang telah diserahkan kepada daerah dan harus dioptimalkan penyerapannya.
Terlebih stunting bukan isu tunggal, namun juga ada faktor-faktor keterkaitan, seperti pernikahan dini, anemia pada remaja putri, dan seterusnya. Remaja putri yang mulai menstruasi penting diberikan tablet tambah darah.
Kemudian, harus dipastikan saat menikah benar sudah siap tetapi jangan kawin bocah dan masyarakat harus diingatkam agar peduli padaa ibu hamil, kesehatan kandungan maupun gizinya.
Sehingga pada saatnya nanti akan mampu melahirkan bayi yang sehat demikian pula dengan kondisi kesehatan ibunya. Praktik-praktik kelompok peduli dinilai sudah banyak, inisiatif kader kesehatan di berbagai daerah juga sudah bagus.
Tinggal didorong dengan dibuatkan sistem yang dapat ‘membaca’ dan untuk memastikan berapa jumlah data ibu hamil, kapan perkiraan lahir, dan kapan masa harus dikontrol kesehatan kandungannya.
“Maka saya minta seluruh kepala desa (kades) harus peduli dan menjadi ujung tombak data ibu hamil di wilayahnya. Kalau itu bisa dilakukan, angka stunting turun 14 persen bukan pekerjaan yang sulit,” tegas Ganjar.
Sebelumnya, saat menyampaikan sambutan, Kepala BKKBN RI, dr Hasto Wardoyo, mengapresiasi dan memuji program dan keseriusan Pemprov Jateng dalam menangani stunting di daerahnya.
Program dalam menangani stunting, disebutnya linier dengan upaya BKKBN dan bisa menjadi contoh bagi daerah lain, termasuk juga capaian-capaiannya.
Hasto melaporkan, saat ini ‘rapor’ Jateng dalam menekan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKBa), termasuk perkawinan dini, lebih rendah dibandingkan Jawa Barat dan Jawa Timur.
“Jadi 'Jo Kawin Bocah' programnya Pak Ganjar ini luar biasa. Karena angka kehamilan pada usia 15 tahun hingga 19 tahun di Jateng itu sebanyak 23 per seribu penduduk," ujar dia.
Angka ini lebih rendah bila dibandingkan Jabar yang masih berada di angka 24 per seribu penduduk atau Jatim yang angkanya masih beradai 31 per seribu penduduk. Pun demikian program ‘Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng’ (5Ng) dalam menegndalikan dan menekan AKI.
Sementara untuk angka stunting, lanjut Hasto, berdasarkan data SSGI mengatakan saat ini penurunannya belum signifikan. “Tapi jangan khawatir karena indikator- indikator yang lainnya bagus. Saya optimistis mudah-mudahan di 2023 ini angka stunting bisa turun signifikan,” katanya.