Senin 13 Feb 2023 19:11 WIB

Banyak Pernikahan Dini di Banyumas, Hak Anak Bersekolah Jadi Perhatian

Anak-anak harus tetap dapat bersekolah meski sudah menikah dini.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Yusuf Assidiq
Ilustrasi Pernikahan Dini
Foto: MGROL100
Ilustrasi Pernikahan Dini

REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Pernikahan dini di Kabupaten Banyumas termasuk salah satu yang tertinggi di Provinsi Jawa Tengah. Ini menjadi persoalan serius yang menjadi sorotan Pemprov Jateng dan Pemkab Banyumas.

Program 'Jo Kawin Bocah' yang dicanangkan oleh Provinsi Jateng pada 2021 lalu merupakan salah satu upaya untuk mencegah kenaikan pernikahan dini dan anak-anak putus sekolah.

Menurut Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Banyumas, Krisianto, upaya yang dilakukan oleh pihaknya hanya sebatas pencegahan dengan berbagai sosialisasi.

"Kami sosialisasi ke sekolah-sekolah dengan spanduk, banner, dan leaflet. Terkait sosialisasi  program dari Pak Gubernur Jateng 'Jo Kawin Bocah' juga dilakukan bersama forum Anak dan PKK, Kampung KB dan program lainnya," jelas Krisianto kepada Republika, Senin (13/2/2023).

Dalam berbagai sosialisasi tersebut juga ditekankan kepada para remaja atau anak-anak sekolah bahwa pernikahan yang ideal adalah usia 21 tahun untuk wanita, dan 25 tahun untuk pria. Apabila ada anak usia sekolah yang sudah terlanjur hamil, lanjut Krisianto, maka kewenangan Kementerian Agama untuk memberikan dispensasi pernikahan.

Sub Koordinator Pemenuhan Hak Anak DPPKBP3A Wiyati Dwi Martitin menambahkan dalam kasus pernikahan dini, pemenuhan hak-hak anak-anak adalah yang utama. Pencegahan memang penting dilakukan, tetapi langkah selanjutnya pun sama pentingnya, yakni memastikan bahwa anak-anak tetap dapat bersekolah meski sudah menikah dini.

"Karena di usia sekolah hak anak-anak yaitu harus mengenyam pendidikan. Jadi kalau terjadi menikah dini atau hamil, maka pihak keluarga, sekolah dan pemda harus berembuk jalan terbaiknya, tidak asal dikeluarkan," ujar Titin.

Menurut Titin selama ini tidak semua sekolah mau tetap menerima siswi-siswi yang sudah terlanjur hamil dan menikah dini. Faktor lainnya, siswi yang hamil biasanya malu untuk kembali ke sekolah.

Faktor-faktor tersebut juga menjadi perhatian penting pemerintah dalam sosialisasi. Pihak pemerintah berupaya mencari jalan keluar agar hak-hak mereka untuk bersekolah tetap terpenuhi. Bisa dengan cara penyetaraan ijazah, tetap bersekolah, atau kembali bersekolah setelah melahirkan.

"Ini PR kita bersama. Provinsi juga sedang membahas mengenai hal ini, agar tidak mengeluarkan anak kasus pernikahan dini dari sekolah," katanya.

Data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Jateng menyebutkan, angka pernikahan dini mencapai 2.049 pada 2019. Jumlah ini melonjak drastis ketika masa pandemi tiba hingga mencapai 12.972 kasus, lalu terus meningkat pada 2021 yang mencapai 13.595 kasus.

Kepala DP3AP2KB Jateng, Retno Sudewi mengatakan, ada beragam faktor penyebabnya yakni ekonomi atau kemiskinan, sosial budaya masyarakat, pendidikan, dan kesalahan pola asuh yang dapat menyebabkan anak hamil di luar nikah. "Banyak penyebab, terutama ekonomi dan hamil di luar nikah," ujar Retno beberapa waktu lalu.

Selain itu perubahan regulasi mengenai batas minimum usia menikah juga menaikkan data dispensasi pernikahan di Pengadilan Agama. Regulasi terbaru, baik laki-laki maupun perempuan diperbolehkan menikah dengan usia minimal 19 tahun.

"Karena sejak batas minimal usia menikah dinaikkan menjadi 19 tahun, permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama meningkat drastis," jelasnya.

Sementara itu, angka pernikahan dini pada 2022 di wilayah kerja Pengadilan Agama Purwokerto mencapai sekitar 300 kasus. Menurut Ketua Pengadilan Agama Purwokerto, Arinal, pernikahan dini di Banyumas tergolong tinggi dan dilakukan oleh anak-anak berusia di bawah 19 tahun, bahkan ada yang berusia 14 tahun.

"Itu karena pergaulan bebas, (berkenalan) melalui media sosial, mungkin coba-coba (melakukan hubungan badan). Akhirnya orang tua yang mengetahui hal itu menikahkan mereka daripada hamil duluan, tapi banyak juga yang sudah hamil," jelas Arinal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement