REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Pemkab Banyumas akan meluncurkan Gerakan Mayuh Sekolah Maning, sebagai salah satu upaya penanganan anak tidak sekolah (ATS). Gerakan yang bekerja sama dengan UNICEF ini merupakan upaya untuk menargetkan bebas anak tidak sekolah di 2024 nanti.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas Joko Wiyono melalui Kepala Seksi Pendidikan Masyarakat dan Kursus, Werdiningsih menjelaskan, program ini baru mendata ATS di empat desa dalam empat kecamatan sejak akhir 2022 lalu.
"Dari empat desa pilot project dengan UNICEF ini ada 56 ATS per Januari 2023, tapi saya yakin jumlah ini terus bertambah karena terus kami data," ungkap Werdiningsih kepada Republika, Senin (13/2/2023).
Gerakan Mayuh Sekolah Maning akan diluncurkan pada Hari Jadi Banyumas pada 22 Februari mendatang. Dalam peluncuran gerakan ini, nantinya akan ada tujuh ATS yang diberikan apresiasi berupa bantuan untuk sekolah.
Salah satunya adalah remaja usia 16 tahun yang telah melanjutkan kembali sekolahnya setelah hamil dan menikah dini. "Untuk ATS yang menikah dini kami menemukan satu orang dan dia sudah melanjutkan lagi sekolahnya setelah melahirkan dua bulan lalu," katanya.
Anak tidak Sekolah (ATS) dikategorikan sebagai anak usia 6 hingga 21 tahun yang tidak bersekolah karena alasan ekonomi, sosial, kesehatan. Selain itu, mereka yang pernah sekolah dan berhenti di tengah proses belajarnya (putus sekolah) karena berbagai alasan seperti kesulitan ekonomi, dan sosial, bahkan pernikahan dini.
Setelah acara peluncuran, gerakan ini akan dimassifkan di seluruh kecamatan di Banyumas. Harapannya, gerakan ini dapat menyelesaikan permasalahan anak tidak sekolah.
"Lewat gerakan ini insya Allah berhasil. Karena program ini juga berjalan bersama OPD lainnya, semua dilibatkan dari tingkat desa sampai seluruh dinas terkait," tegas dia.
Pernikahan dini juga menjadi perhatian khusus di Kabupaten Banyumas. Apalagi terjadi lonjakan pernikahan dini selama pandemi.
Untuk itu, Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Banyumas, berharap program tersebut dapat menanggulangi permasalahan putus sekolah akibat pernikahan dini.
Sub Koordinator Pemenuhan Hak Anak DPPKBP3A Wiyati Dwi Martitin mengatakan pihaknya telah melakukan berbagai sosialisasi guna mencegah anak-anak putus sekolah karena pernikahan dini. Sosialisasi dilakukan melalui berbagai program seperti 'Jo Kawin Bocah', Kampung KB, PKK, dan lain sebagainya.
Menurutnya, pencegahan memang penting dilakukan, tetapi langkah selanjutnya pun sama pentingnya, yakni memastikan bahwa anak-anak tetap dapat bersekolah meski sudah menikah dini.
"Karena di usia sekolah, hak anak-anak yaitu harus mengenyam pendidikan. Jadi kalau terjadi menikah dini atau hamil, maka pihak keluarga, sekolah dan pemda harus berembuk jalan terbaiknya, tidak asal dikeluarkan," ujar Titin.
Menurut Titin selama ini tidak semua sekolah mau tetap menerima siswi-siswi yang sudah terlanjur hamil dan menikah dini. Faktor lainnya, siswi yang hamil biasanya malu untuk kembali ke sekolah.