REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Sekitar 10.633 hektare hutan Gunung Muria perlu dilestarikan sebagai Taman Hutan Raya (Tahura). Pasalnya hutan di Gunung Muria ini menjadi ‘hotspot’ keanekaragaman hayati yang penting bagi Jawa Tengah dan Indonesia.
Hal ini terungkap dalam Rapat Pembahasan Usulan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Gunung Muria Menjadi Taman Hulan Raya Gunung Muria, yang dilaksanakan di kantor Guberur Jateng, di Semarang, Senin (20/2/2023).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup daan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jateng, Widi Hartanto mengatakan, kendati belum banyak penelitian dilakukan, bukti-bukti awal yang menunjukkan kawasan Gunung Muria memiliki keanekaragaman hayati dan perlu dilestarikan.
Hutan gunung tersebut menjadi habitat satwa macan tutul jawa, kijang, lutung jawa, monyet ekor panjang, jelarang, trenggiling, landak jawa, kucing hutan, luwak, rase, musang biul, dan satwa endemik lainnya.
“Sehingga, gunung yang terbentang di semenanjung utara Jateng dan mencakup wilayah tiga daerah, Kabupaten Jepara, Kudus, dan Pati ini, menjadi salah satu pusat keanekaragaman hayati yang harus diselamatkan,” jelas dia.
Dalam kesempatan ini, Tenaga Ahli Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof Hendra Gunawan, yang juga peneliti macan tutul jawa mengungkapkan, kawasan hutan Gunung Muria telah ditetapkan sebagai Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) dengan luasan mencapai 10.529 hektare.
Namun, dari luasan itu sebagian besar hutannya masih baik dan menjadi habitat satwa endemik, termasuk macan tutul jawa. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng harus cermat dalam membuat delineasi kawasan hutan Gunung Muria.
Khususnya dalam hal penentuan skema perhutanan sosial, rehabilitasi hutan, perlindungan hutan, dan juga untuk pemanfaatan jasa lingkungan.
Ia berpandangan, kawasan yang masih bervegetasi hutan alam maupun hutan tanaman yang menjadi habitat macan tutul jawa dan kawasan yang berfungsi lindung, sebaiknya ditetapkan sebagai Tahura untuk melindungi DAS dan keanekaragaman hayati di dalamnya.
Sebab taman hutan raya, menjadi benteng terakhir untuk menghentikan laju deforestasi dan konversi. Perubahan fungsi kawasan hutan Gunung Muria menjadi tahura bertujuan untuk mencegah kerusakan hutan yang lebih parah akibat perambahan dan penggarapan yang telah mengancam kelestarian dan fungsi hutan.
Bahkan juga sudah menimbulkan bencana banjir bandang. Termasuk untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati endemik Jawa, antara lain macan tutul jawa yang masih bertahan di Gunung Muria.
Selain itu juga untuk menjaga agar kawasan hutan Gunung Muria dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan untuk kepentingan konservasi, ekonomi, dan sosial.
“Perubahan fungsi hutan ini juga untuk memastikan landasan hukum, sebagai dasar semua upaya konservasi yang dilakukan di kawasan hutan Gunung Muria,” tegasnya.