Kamis 23 Feb 2023 10:29 WIB

Kadin Jatim Kaji Urgensi Revisi PP 109/2012

Perbedaan data yang digunakan oleh para pemangku kepentingan menimbulkan kerancuan.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Fernan Rahadi
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.
Foto: DPD
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur menggelar sarasehan urgensi revisi Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Dalam sambutannya, Ketua DPD AA La Nyalla Mahmud Mattalitti mengatakan, wacana revisi PP 109/2012 merupakan topik yang tengah menjadi pembahasan pelik di pemangku kepentingan pertembakauan.

La Nyalla menjelaskan, perbedaan data yang digunakan oleh para pemangku kepentingan baik di bidang kesehatan, keuangan, maupun pertembakauan, menimbulkan kerancuan dan perbedaan sikap. Ia berharap para pemangku kepentingan bisa menyatukan cara pandang dalam mengambil data, sehingga informasi dan komunikasi yang disampaikan kepada pemerintah pusat bisa satu perspektif.

"Sehingga nantinya masukan yang disampaikan menjadi lebih konstruktif," kata La Nyalla di Graha Kadin Jawa Timur di Surabaya, Rabu (22/2).

Ketua Umum Kadin Jatim, Adik Dwi Putranto menyampaikan, dalam menghadapi kondisi ekonomi dan politik dunia yang tidak menentu, industri hasil tembakau sebagai industri resmi sepatutnya diperlakukan secara adil dan diberi perlindungan yang sama dengan industri lainnya. Ia berharap Sarasehan yang digelar dapat menjadi sebuah forum untuk para pemangku kepentingan untuk mengkaji bersama tingkat urgensi dari revisi PP 109/2012.

"Tentunya dengan mempertimbangkan dampak dan manfaatnya bagi seluruh lapisan masyarakat," kata Adik.

Tujuan dari revisi PP 109/2012 adalah untuk menekan prevalensi perokok anak. Hal ini sejalan dengan mandat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024. Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan menyampaikan, revisi tersebut bukanlah cara yang tepat dan langkah solutif untuk tujuan yang ingin dicapai. Maka dari itu, ia menolak dengan tegas adanya revisi PP 109/2012.

"Jika tetap dilakukan, revisi ini malah akan lebih banyak membawa kehancuran bagi industri hasil tembakau legal di tanah air, dikarenakan aturan-aturannya menjadi semakin restriktif dan menutup ruang untuk berusaha," ujarnya.

Henry merasa, secara berkelanjutan, industri hasil tembakau ditempa berbagai peraturan yang sangat menekan. Dari mulai pengenaan tarif cukai yang semakin tinggi, pembatasan promosi, penjualan, dan lain sebagainya. Henry pun merasa, PP 109/2012 yang ada saat ini sebenarnya sudah ideal. Karena mengatur dengan baik kegiatan pemasaran produk tembakau sebagaimana mestinya.

Akan tetapi, kata dia, hal ini belum diikuti dengan kegiatan edukasi serta pengawasan yang tepat. "Inilah yang semestinya yang didorong oleh pemerintah. Bukan malah merevisi peraturan yang sudah baik menjadi restriktif, sehingga berdampak pada jutaan orang yang menopangkan hidupnya pada industri tembakau," kata Henry.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement