REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sejumlah peserta Sekolah Kebangsaan yang digelar Pemerintah Kota Surabaya mundur karena kecewa dengan adanya pemberitaan yang menyebut bahwa peserta yang ikut merupakan hasil dari razia Satpol PP.
Salah seorang warga Surabaya Wimbo Winarno mengatakan ada beberapa remaja yang ikut Sekolah Kebangsaan termasuk keponakannya merasa kecewa dengan komentar salah satu pejabat Pemkot Surabaya di salah satu radio di Surabaya yang menyebut bahwa peserta yang ikut merupakan hasil dari razia Satpol PP.
"Mereka langsung mundur dari Sekolah Kebangsaan termasuk keponakan saya. Sekarang mereka terpukul," kata dia, Kamis (23/2/2023).
Wimbo menjelaskan keponakannya bernama Marsha Azzahra Rahmadania, seorang warga Tanah Merah Surabaya, merupakan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang ditunjuk Pemkot Surabaya dari SMA Negeri 3 Surabaya.
"Dia (Marsha) ikut atas pilihan sekolah, tapi di berita disampaikan mereka yang terjaring razia. Keponakan saya terpukul dan mundur dari Sekolah Kebangsaan," kata dia.
Awalnya, lanjut dia, orang tua Marsya bangga anaknya mewakili SMAN 3 mengikuti Sekolah Kebangsaan. Namun, setelah membaca berita bahwa peserta yang ikut adalah hasil tangkapan Satpol PP saat razia, orang tua Marsya kaget dan kecewa.
"Marsha tidak pernah terkena razia, malah disuruh pihak sekolah untuk ikut mewakili SMAN 3 Surabaya. Jadi ada empat siswi dari SMAN 3 yang mewakili untuk ikut sekolah kebangsaan," kata dia.
Bahkan Wimbo saat ini diminta oleh orang tua Marsha untuk menanyakan barang-barang Marsha berupa ponsel dompet berserta isinya yang masih ada di Lanud Juanda.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi saat membuka Sekolah Kebangsaan yang diikuti 57 remaja di Lanudal Juanda, Rabu (22/2/2023) menyatakan, Sekolah Kebangsaan bertujuan untuk membentuk karakter para remaja Surabaya di Kota Pahlawan.
"Di sini bukan anak-anak yang terjaring razia, di sini bukan anak-anak nakal. Tapi disini adalah anak-anak hebat yang punya kemampuan luar biasa," kata Eri Cahyadi.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Kota Surabaya Eddy Christijanto mengatakan, di dalam Sekolah Kebangsaan, para remaja akan diajarkan dasar-dasar kepemimpinan, utamanya cinta tanah air, kedisiplinan, dan mempelajari ideologi Pancasila.
Eddy menjelaskan, remaja yang ikut di gelombang pertama Sekolah Kebangsaan total ada sekitar 57 remaja meliputi 50 siswa laki-laki dan 7 perempuan, yang terdiri dari sekolah SMP-SMA di Surabaya.
"Yang awalnya total ada 77 peserta, kini menjadi 57. Ada sebagian peserta yang tidak bisa ikut, karena sedang melaksanakan ujian praktik. Seperti sekolah SMK itu kan ada ujian praktik, sehingga mereka tidak bisa ikut," kata dia.