REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Campur tangan teknologi dalam segala lini memang tak bisa dihindari lagi. Berbagai metode dikembangan dengan basis teknologi untuk mempermudah manusia melakukan aktivitasnya termasuk di bidang terapi pada pasien.
Metode dengan basis teknologi juga termasuk hal yang sedang dikembangkan oleh Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Salah satunya dibuktikan melalui terapi berbasis virtual reality (VR). Terapi ini bertujuan untuk memudahkan terapi dan penanganan pasien.
Melihat hal tersebut, lokakarya pun diadakan di Rayz Hotel UMM pada 23 Februari 2023. Kegiatan ini menjadi langkah awal perkembangan teknologi virtual reality pada dunia psikologi.
Kepala Laboratorium Psikologi UMM, Adhiyatman Prabowo menyatakan, kegiatan ini juga mengkaji psychtechnology. Menariknya, inovasi ini akan dikembangkan spesifik pada kasus penderita fobia kucing.
Luaran workshop ini adalah untuk mengembangkan psychotechnology UMM ke arah virtual reality. "Seperti yang kita lihat, teknologi masih belum banyak dikembangkan khususnya di daerah Malang,” katanya dalam pesan resmi yang diterima Republika.
Terkait fobia kucing yang digunakan secara spesifik, Adhiyatman menjelaskan, banyak masyarakat Indonesia yang memiliki fobia akan kucing. Dengan begitu, akan ada upaya yang lebih futuristik dalam menanganinya.
Adapun lokakarya itu mendatangkan pakar psychotechnology ternama, Aulia Iskandarsyah. Dalam kajian tersebut, dia membahas mengenai seberapa jauh capaian dari teknologi untuk dunia psikologi.
Menurut Aulia, manusia sudah tidak bisa lepas dari gawai yang ada di tangannya. Maka, sudah seharusnya teknologi menyasar berbagai bidang termasuk psikologi.
Dia menerangkan, psychotechnology dapat diterapkan pada pengguna umum terkecuali populasi rentan dan di bawah 17 tahun. Maksud populasi rentan adalah mereka yang lansia, anak-anak, dan lain sebagainya.
Aulia menyampaikan psikologi dapat dikembangkan dalam teknologi virtual reality (VR). Salah satunya dengan mengatur skenario yang bisa dirasakan oleh manusia.
Menurut dia, psychotechnology bisa diterapkan ke banyak orang. Bahkan pada mereka yang belum didiagnosa memiliki trauma terkait. "Namun sudah memiliki kecenderungan yang mengarah ke gangguan tersebut," jelasnya.
Selanjutnya, para pakar dapat melakukan banyak hal. Misalnya seperti kuesioner, mengecek masalah fungsi low, moderate atau high-nya, dan lain sebagainya.
Adapun teknologi VR untuk psikologi di UMM sudah dikembangkan dan saat ini berjalan 80 persen. Pengerjaannya juga sudah dilakukan sejak enam bulan lalu. Salah satu contoh skenarionya adalah menggunakan basic video reality, di mana pengguna diajak untuk melihat secara 360 derajat keadaan yang ditakutinya. Dengan pelatihan ini, diharapkan para pasien akan menjadi lebih tenang dan relaks.
Di samping itu, canggihnya teknologi virtual reality juga mempunyai efek samping bagi penggunaannya. Salah satunya, yakni migrain yang diakibatkan oleh durasi penggunaan yang terlalu lama. Maka itu, perlu adanya standar prosedur beroperasi yang jelas sehingga penggunaan VR di dunia psikologi dapat lebih maksimal.