Oleh : Dr. Ir. Restu Faizah, ST., MT.*
REPUBLIKA.CO.ID, Dalam bergaul di masyarakat, kita mengenal berbagai sifat manusia. Ada yang menyenangkan, dan ada pula yang tidak. Tak jarang pula kita menemui manusia yang hanya baik di satu sisi, tetapi kurang di sisi lain.
Kata mereka, "Ya wajarlah, kan manusia bukan malaikat. Mana ada manusia di dunia ini yang sempurna, kecuali Nabi Muhammad SAW tentunya."
Bolehlah kita berhenti di kalimat ini. Tetapi kita tidak akan pernah mendekati sempurna, karena permakluman yang sangat banyak. Jalan menuju kesempurnaan menjadi terpancung dan mandul, serta mencukupkan diri dalam segudang kekurangan.
Tak ayal, kita sering berjumpa dengan orang yang memiliki segudang kelebihan, tetapi juga memiliki sifat tidak terpuji. Terkadang kita menemukan sosok ahli masjid tapi pelit, ahli sedekah tapi suka bicara menyakitkan, penuh kasih sayang tapi suka bohong, dan lain sebagainya. Kelebihan yang dimiliki orang-orang tersebut menjadi tidak bermanfaat bagi masyarakat karena sifat-sifat buruk yang menutupinya.
Mukmin adalah sebuah predikat yang memiliki muatan yang sangat luas. Karena iman yang sempurna itu diyakini dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diamalkan dalam perbuatan sehari-hari. Wilayah amal perbuatan yang terwarnai dengan keimanan akan melahirkan sosok yang 'amnu', memberikan rasa aman bagi masyarakat sekitarnya.
Oleh karenanya Al-Iman tidak hanya ditunjukkan dalam amal vertikal saja, seperti ahli shalat, puasa, zakat, dan lain sebagainya. Tetapi juga amal horizontal yang berkaitan dengan sesama.
Simaklah kata Nabi Muhammad SAW: "Tidaklah beriman seseorang di antara kalian, hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri" (HR Buhari Muslim). Dalam hadist lain juga dikatakan "Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling bagus akhlaknya" (HR Tirmidzi), dan masih banyak hadist lain sejenis.
Dari beberapa hadist diatas, terlihat jelas bahwa orang yang beriman harus memiliki akhlak yang baik. Keimanan tidak hanya ditunjukkan dengan banyaknya puasa, shalat, dan zakat yang dia lakukan, tetapi harus dihiasi dengan akhlakul karimah, karena iman adalah suatu yang berdimensi amal nyata, bukan hanya di hati atau pada perkataan saja.
Walaupun seorang ahli masjid, tapi kalau suka menyakiti hati orang, maka dia tidak disebut mukmin. Sungguh mulia ajaran Islam ini, kalau benar-benar dimainkan dengan indah, maka akan terwujud sosok idaman masyarakat. Sosok yang banyak amal ibadahnya tapi dia baik dengan masyarakat sekitarnya, bahkan menjadi sosok tauladan dan tempat rujukan.
Orang lain yang berada di dekatnya akan merasa aman, bahkan merasa terlindungi. Sosok seperti ini sangat dibutuhkan di masyarakat. Marilah kita berlomba-lomba menjadi idola masyarakat, agar Allah menganggap kita pantas untuk masuk ke Syurga-Nya. Wallahu a’lam bish shawab.
*Dosen Prodi Teknik Sipil FT UMY