Selasa 18 Apr 2023 14:40 WIB

Legislator: Pengangkatan Tenaga Honorer Jadi PPPK Paling Lambat 28 November

Pengangkatan ini bersifat otomatis bagi semua honorer.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Yusuf Assidiq
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang, memastikan seluruh tenaga honorer di Indonesia akan diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Foto: DPR
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang, memastikan seluruh tenaga honorer di Indonesia akan diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang menegaskan penyelesaian masalah tenaga honorer harus dapat selesai paling lambat 28 November 2023. Itu termasuk apabila dilakukannya pengangkatan dan peralihan seluruh tenaga honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

"Seluruh tenaga honorer akan diangkat menjadi PPPK tanpa ada pengecualian, dan pengangkatan atau peralihan tenaga honorer menjadi PPPK ini harus sudah terealisasi paling lama 28 November tahun ini," ujar Junimart, Selasa (18/4/2023).

Dijelaskan, pengangkatan itu tidak hanya terhadap 2.360.363 tenaga honorer atau non aparatur sipil negara (ASN) yang terdiri dari para pendidik, nakes, penyuluh dan tenaga administrasi saja, sebagaimana tercatat dalam data Kemenpan-RB saja. Melainkan kepada seluruh tenaga honorer, baik itu tenaga kebersihan, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), serta tenaga honorer lainnya.

"Tidak ada pengecualian khusus yang menjadi persyaratan dalam pengangkatan tenaga honorer menjadi PPPK itu. Karena pengangkatan itu bersifat otomatis," jelas dia.

Karena itu, Junimart menjelaskan, ke depan setelah dilakukannya pengangkatan tenaga honorer menjadi PPPK para kepala daerah dipastikan sudah tidak dapat lagi melakukan pengangkatan tenaga honorer dengan sawenang-wenang. Mengingat jumlah tenaga honorer nasional saat ini 50 persen bertugas di pemerintah daerah (pemda).

"Pengangkatan ini bersifat otomatis bagi semua honorer, memiliki hak yang sama diangkat menjadi PPPK. Namun setelah ini, para kepala daerah sudah tidak dapat lagi melakukan pengangkatan tenaga honorer tanpa izin formasi dari Kemenpan-RB," kata dia.

Selain itu, Junimart juga mengungkapkan sejumlah catatan dari Komisi II DPR RI kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas terkait pengangkatan tenaga honorer menjadi PPPK.

Di antaranya, pertama, tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal kepada seluruh tenaga honorer. Kedua, tidak ada tenaga honorer yang dikurangi honor yang diterimanya saat ini. Ketiga, kebijakan diambil juga menghindari adanya pembengkakan anggaran.

"Keempat, menerapkan prinsip keadilan, kompetitif, dan memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh warga negara untuk menjadi ASN. Menjadi ASN disini termasuk menjadi PPPK tentunya," ujar politikus PDI-Perjuangan itu.

Menpan-RB sendiri menyatakan, setelah bertemu dengan berbagai pemangku kepentingan terkait, pemerintah memiliki empat prinsip untuk menyelesaikan persoalan tenaga non-ASN atau honorer. Untuk formula penyelesaiannya, kata dia, masih dalam pembahasan.

"Mulai dari DPR, DPD, APPSI, Apeksi, Apkasi, perwakilan tenaga non-ASN, akademisi, dan berbagai pihak lainnya. Sehingga didesainlah empat prinsip dalam penanganan tenaga non-ASN," jelas Anas dalam keterangan persnya, Senin (17/4/2023).

Ia menegaskan, prinsip pertama dalam penyelesaian masalah tenaga honorer akan menghindari PHK massal. Dalam upaya tersebut, pemerintah akan melaksanakannya dalam koridor UU ASN. “Prinsip pertama adalah menghindari PHK massal," ujar Anas.

Prinsip kedua, yakni tidak ada tambahan beban fiskal yang signifikan bagi pemerintah. Dia, menjelaskan, kemampuan ekonomi di setiap pemerintah daerah sudah pasti berbeda-beda. Untuk itu, penataan tenaga honorer diharapkan tidak membebani anggaran pemerintah.

Prinsip ketiga adalah menghindari penurunan pendapatan yang diterima tenaga non-ASN saat ini. Anas menilai kontribusi tenaga non-ASN dalam pemerintahan sangat signifikan. Pemerintah berusaha agar pendapatan tenaga non-ASN tidak menurun akibat adanya penataan ini.

“Ini adalah komitmen pemerintah, DPR, DPD, asosiasi pemda, dan berbagai stakeholder lain untuk para tenaga non-ASN,” ujar Anas. Adapun prinsip keempat adalah sesuai regulasi yang berlaku.

Penyelesaian tenaga non-ASN, menjadi perhatian pemerintah bersama seluruh pemangku kepentingan. Pada prinsipnya akan dicarikan alternatif penyelesaian dan saat ini masih dalam proses pembahasan dan kajian yang mendalam terhadap berbagai alternatif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement