Jumat 05 May 2023 20:23 WIB

Darurat Air Bersih, Ini Rekomendasi Walhi Yogyakarta dan FPRB DIY

Di Kota Yogyakarta hampir seluruh air sumur tidak layak konsumsi.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Air Bersih (ilustrasi)
Air Bersih (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yogyakarta dan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) DIY menyebut saat ini DIY dalam kondisi darurat air bersih. Hal tersebut mengingat dalam sepekan ini beberapa daerah di DIY mengalami darurat air bersih.

Seperti PDAM yang mati di Kabupaten Kulonprogo, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan air masyarakat. Selain itu, juga disebutkan bahwa di Kota Yogyakarta hampir seluruh air sumur tidak layak konsumsi.

Juga kualitas air sungai dan embung yang tercemar melewati batas baku mutu. Untuk itu, ada beberapa rekomendasi yang diberikan oleh Walhi Yogyakarta dan FPRB DIY untuk mengatasi permasalahan air di DIY.

Direktur Walhi Yogyakarta, Gandar Mahojwala mengatakan, rekomendasi pertama yakni menghilangkan hambatan pengelolaan air guna pemenuhan kebutuhan darurat masyarakat atas air. Kedua yakni melakukan perbaikan pengelolaan air secara terpadu, baik IPAL, drainase, resapan, dan layanan air di Yogyakarta.

Rekomendasi ketiga yakni dengan memasok air bersih darurat dengan memperhatikan kebutuhan air masyarakat. "Keempat dengan melakukan penegakan hukum yang konsisten terhadap pelanggaran tata ruang, serta tindak pencemaran dan kerusakan lingkungan," kata Gandar, Jumat (5/5/2023).

Selain melakukan perbaikan perbaikan air secara terpadu, Walhi Yogyakarta dan FPRB DIY juga mendesak pemerintah agar memberikan akses air bersih untuk masyarakat yang paling rentan. Terutama, saat ini kondisi air dan pengelolaannya telah pada tingkat yang memprihatinkan.

Ketua FPRB DIY, M Taufiq AR mengatakan, berdasarkan Kajian Risiko Bencana (KRB) Provinsi DIY 2022-2026 menunjukkan 3.675.662 jiwa berpotensi terpapar bencana kekeringan di DIY. Kondisi saat ini menjadi alarm kedaruratan, bahwa situasi air dan pengelolaannya sedang tidak baik-baik saja.

"Terutama dengan mengetahui potensi keterpaparan masyarakat atas bencana kekeringan berdasarkan KRB DIY, ditambah dengan pencemaran pada sumber air," kata Taufiq.

Ia menuturkan, masalah penurunan kualitas air ini bukan temuan baru, justru semakin buruk dari tahun ke tahun. Sejak 2015, melalui Survei Kualitas Air (SKA) Yogyakarta yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik telah menunjukkan 67,1 persen rumah tangga memiliki air siap minum yang terkontaminasi bakteri E-coli.

"SKA ini juga telah memberikan peringatan bahwa daerah perkotaan lebih terkontaminasi dibandingkan perdesaan," ujarnya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement