Sabtu 13 May 2023 06:21 WIB

Kecelakaan Bus Masuk Jurang Guci, Ini Analisa Pakar Teknik Mesin

Rem tangan sistemnya mekanik dan dibagi keempat roda tarikannya.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
Satu unit bus dalam posisi terbalik usai jatuh ke dalam jurang di kawasan objek wisata Guci, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Ahad (7/5/2023). Bus yang berisi sekitar 50 penumpang peziarah asal Tangerang Selatan, Banten tersebut jatuh masuk jurang diduga karena rem tangan bermasalah saat sopir berada di luar bus.
Foto: ANTARA FOTO/Tois
Satu unit bus dalam posisi terbalik usai jatuh ke dalam jurang di kawasan objek wisata Guci, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Ahad (7/5/2023). Bus yang berisi sekitar 50 penumpang peziarah asal Tangerang Selatan, Banten tersebut jatuh masuk jurang diduga karena rem tangan bermasalah saat sopir berada di luar bus.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Jagad media sosial sempat dihebohkan dengan peristiwa jatuhnya bus ke dalam jurang sungai sedalam 15 meter di kawasan wisata Guci, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, 7 Mei lalu. Bus yang semula berada pada posisi terparkir meluncur ke jalanan menurun hingga akhirnya jatuh tanpa adanya pengemudi.

Sontak kejadian tersebut menjadi viral. Bus yang membawa rombongan peziarah itu jatuh di kawasan wisata Guci, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah pada 7 Mei lalu.

Peristiwa tersebut diduga karena terjadi kegagalan fungsi hand rem pada bus yang membawa rombongan peziarah asal Tangerang Selatan. Peristiwa itu pun mendapat perhatian dari salah satu pakar Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Iis Siti Aisyah.

Iis mengatakan, seharusnya sopir bus tidak meninggalkan bus dalam keadaan menyala walaupun sudah di-hand rem. Apalagi di kondisi jalan yang curam atau adanya kemiringan.

Dalam keadaan parkir, lanjut dia, seharusnya mesin mobil dimatikan. Meskipun tidak ada aturan yang melarang hal ini di Indonesia, meninggalkan kendaraan terlalu lama dalam keadaan parkir akan sangat membahayakan.

Mesin kendaraan sangat panas dan selalu ada di buku petunjuk untuk tidak memanaskan kendaraan terlalu lama. Jika terlalu lama, hal itu bisa menyebabkan terbakarnya kendaraan.

Karena kendaraan berhenti, proses pendinginan yang biasa didapat dari aliran udara yang mengalir (bergerak) tidak tersedia. "Sehingga mesin dan saluran buang cenderung lebih cepat panas," ujar dia.

Menurutnya, hand rem tidaklah sekuat rem utama sehingga ada batas maksimum berat muatan dan kemiringan yang bisa diatasi olehnya. Jika tidak diawaki, maka kejadian-kejadian di luar kebiasaan bisa menyebabkan terjadinya kendaraan bergerak.

Hand rem juga diketahui tidak pernah pakem. Hal ini karena sistemnya mekanik dan dibagi keempat roda tarikannya. "Sebagai ilustrasi, kalau rem tangan (handrem) terpasang dan kendaraan digas, maka rem tidak cukup kuat untuk mengatasi daya mesin,” jelas Iis.

Ketua Prodi Teknik Mesin UMM itu menambahkan, posisi jalanan menurun tentu menambah gaya gravitasi. Ditambah lagi dengan kapasitas penumpang yang terisi penuh. Sebab itu, beban yang ditanggung tidak mampu ditahan oleh hand rem.

Kemiringan juga akan membuat gaya resultan bergeser. Berbeda jika kendaraan parkir di permukaan rata. Gaya resultan akibat berat kendaraan akan tegak lurus dengan sumbu sejajar kendaraan.

Jika parkir di permukaan miring, maka resultan gayanya menjadi tidak tegak lurus tetapi membentuk sudut sesuai kemiringan. Semakin besar kemiringan, maka semakin besar pula sudut resultannya.

Hal itu memberikan tarikan akibat resultan gaya dikarenakan berat kendaraan ke depan atau belakang kendaraan (tergantung posisi kemiringan kendaraan dan posisi titik beratnya).

Terakhir, dosen asal Sukoharjo, Jateng ini menyampaikan, perlu adanya pengetahuan khusus bagi pengemudi atau sopir kendaraan-kendaraan besar. Selain itu, regulasi juga perlu diperketat karena kecelakaan seringkali terjadi akibat kelalaian pengemudi. "Dan juga kondisi kendaraan yang tidak sesuai," kata dia menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement