Ahad 04 Jun 2023 00:52 WIB

PGRI Kota Semarang Ungkap Belum Semua Guru Pahami Isi Kurikulum Merdeka

Para guru juga perlu belajar ke sekolah penggerak.

Guru mengikuti bimtek implementasi kurikulum merdeka (ilustrasi)
Foto: Kemenag
Guru mengikuti bimtek implementasi kurikulum merdeka (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Semarang menilai belum seluruh guru memahami isi Kurikulum Merdeka Belajar meski banyak sekolah sudah mulai menerapkan kurikulum tersebut.

Meski para guru sudah belajar dari platform merdeka mengajar (PMM), belum seluruhnya paham mengenai kurikulum itu. Wakil Ketua PGRI Kota Semarang Hari Waluyo pun mengatakan perlunya sosialisasi dan pendampingan dalam penerapan Kurikulum Merdeka.

"Ada guru yang sudah paham. Ada yang masih abu-abu. Belajarnya kan dari PMM secara daring. Kalau dipraktikkan, capaiannya baru sekitar 50 persen," katanya.

Ia menyebutkan saat ini baru kelas 1, 4, 7, dan 10 yang menerapkan Kurikulum Merdeka Belajar pada jenjang sekolah dasar dan menengah.

 

Tentunya, lanjutnya, kelas-kelas lain akan segera mengikuti, sehingga perlu adanya konsolidasi, terutama bagi guru-guru yang saat ini belum mengajar menggunakan Kurikulum Merdeka Belajar.

Dalam penerapan Kurikulum Merdeka Belajar, ia meminta para guru memiliki kemauan untuk belajar, mengingat apapun kurikulum yang dipakai muaranya ada pada pengajar.

Belajar melalui platform daring, diakuinya belum cukup untuk memberikan pemahaman, sehingga guru juga perlu belajar ke sekolah penggerak agar saling berdiskusi bagaimana menciptakan pembelajaran yang baik menggunakan Kurikulum Merdeka.

"Guru harus dibuat paham dulu. Apa itu Kurikulum Merdeka, tujuannya apa? Ada intrakurikuler dan kokurikuler. Ada Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Guru harus paham dulu," katanya.

Ia juga mengingatkan Dinas Pendidikan perlu turun untuk memberikan pemahaman kepada para guru.

Pada Kurikulum 2013, hampir semua kegiatan belajar mengajar masuk intrakurikuler. Namun, pada Kurikulum Merdeka sebesar 80 persen intrakurikuler, dan selebihnya kokurikuler berupa profil penguatan pelajar Pancasila.

"Tahun depan harus mulai diberi pendampingan. Gurunya, kepala sekolahnya, harus didampingi," tegas dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement