Jumat 23 Jun 2023 15:33 WIB

Anak Ditolak di SMP Negeri, Wali Murid Gelar Aksi Simbolik di Disdikbud Kota Malang

Aksi ini untuk memfasilitasi keluhan masyarakat.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
 Sejumlah orang tua/wali murid melaksanakan aksi simbolik di depan kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Malang, Jumat (23/6/2023). Kegiatan ini untuk menyampaikan keluhan atas hasil PPDB tingkat SMP.
Foto: Wilda Fizriyani
Sejumlah orang tua/wali murid melaksanakan aksi simbolik di depan kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Malang, Jumat (23/6/2023). Kegiatan ini untuk menyampaikan keluhan atas hasil PPDB tingkat SMP.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Sejumlah orang tua/wali murid mendatangi dan melakukan aksi simbolik di depan Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Malang, Jumat (23/6/2023). Aksi ini bertujuan untuk menyampaikan keluhan mengenai Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMP Negeri 2023 yang dianggap telah terjadi diskriminasi.

Salah satu orang tua murid, Ali mengaku sengaja mendatangi kantor Disdikbud Kota Malang. Ia ingin anak ketiganya dapat diterima di sekolah negeri yang dekat dengan tempat tinggalnya. Anak Ali dan sejumlah orang tua yang hadir sendiri sebelumnya mengenyam pendidikan di salah satu SDN wilayah Mojolangu.

Ali bercerita anaknya semula mendaftarkan diri ke salah satu SMP Negeri (SMPN) sekitar Kelurahan Mojolangu, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Sekolah itu dipilih karena jaraknya hanya satu kilometer (km) dari kediamannya. Namun, setelah melalui proses dan berbagai jalur, anaknya tetap tidak diterima di sekolah-sekolah tersebut.

"Alasannya katanya zonasi lah, katanya nilai padahal selisih nilainya cuma sedikit. Di sekolahan kita itu yang juara 1 belum bisa masuk negeri. Padahal ranking pertama. Saya gak tahu itu," katanya saat ditemui wartawan di kantor Disdikbud Kota Malang, Jumat (23/6/2023).

Ia berharap Disdikbud Kota Malang dapat membantu anaknya masuk ke SMP Negeri. Sebab, dia keberatan apabila anaknya disekolahkan di sekolah swasta. Biayanya mahal, sedangkan Ali hanya berprofesi sebagai penambal ban dan memiliki empat anak secara keseluruhan.

Jika Disdikbud Kota Malang bersedia, Ali juga berharap anaknya dapat disekolahkan di SMP negeri terdekat. Dia merasa kesulitan dari segi alat transportasi apabila anaknya ditempatkan di lokasi yang agak jauh.

Saat ini, Ali mengaku belum mendaftarkan anaknya sama sekali ke sekolah manapun. Jika pemerintah tidak memenuhi keinginannya, dia terpaksa memilih untuk tidak menyekolahkan anaknya. "Sekolah swasta bayar mahal," ujar dia.

Sementara itu, koordinator lapangan (korlap) aksi simbolik, Yusuf menyatakan, kegiatan ini pada dasarnya untuk memfasilitasi keluhan masyarakat. Kebetulan dia termasuk perwakilan dari komite di salah satu SDN wilayah Mojolangu.

Berdasarkan keluhan orang tua, mereka merasa tidak terfasilitasi masuk sekolah negeri. "Artinya, dari jumlah siswa, ada lebih dari 10 anak yang tidak tertampung di SMP Negeri, sedangkan di wilayah kami agak sulit wilayahnya untuk masuk ke wilayah SMP Negeri," katanya.

Yusuf menegaskan, sejauh ini telah melakukan pemantauan hasil pengumuman PPDB di sejumlah SMP Negeri sekitar wilayah asal mereka. Menurut Yusuf, masih ada 50 kursi kosong yang sebenarnya dapat diberikan kepada para siswa yang orang tuanya hadir dalam kegiatan ini.

Puluhan kuota kursi ini berada di beberapa jalur, yakni afirmasi dan perpindahan. Ia tidak menampik jalur zonasi di sekolah-sekolah tersebut sudah penuh.

Kemudian untuk jalur afirmasi terlihat sebagian sekolah sudah hampir penuh. Sementara itu, jalur perpindahan masih banyak yang kosong sehingga ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan Disdikbud.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement