Ahad 16 Jul 2023 22:05 WIB

Polemik Makam Diponegoro, Sultan HB IX Pernah Pindahkan Makam Ronggo Prawirodirjo III

Banyusumurup dikenal sebagai makam orang-orang yang berbuat salah terhadap Keraton.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Fernan Rahadi
Bregada Prajurit Keraton Yogyakarta melakukan gladi bersih Grebeg Syawal di depan Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, Rabu (19/4/2023).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Bregada Prajurit Keraton Yogyakarta melakukan gladi bersih Grebeg Syawal di depan Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, Rabu (19/4/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dosen ilmu sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM), Sri Margana, menilai pemindahan makam bukanlah hal tabu bagi keluarga Sultan Yogyakarta. Upaya tersebut juga bisa dinilai sebagai salah satu cara menghormati para leluhur. Sebagaimana yang pernah dilakukan Hamengkubuwono IX ketika memindahkan makam Ronggo Prawirodirjo III yang semula dimakamkan  di Banyusumurup, Imogiri, Bantul.

"Sultan IX juga pernah memindahkan makam dari Raden Ronggo Prawirodirjo III yang dimakamkan di Madiun. Itu malah aslinya dulu kan dia dikuburkan di sebuah kuburan namanya Banyusumurup di Imogiri, Yogyakarta," kata Margana kepada Republika, Sabtu (15/7/2023).

Baca Juga

Banyusumurup dikenal sebagai makam untuk orang-orang yang berbuat salah terhadap keraton. Menyadari hal tersebut, HB IX memindahkan memakam Ronggo Prawirodirjo III berjajar dengan makam istrinya. 

"Pada masa HB IX, karena beliau sadar bahwa (Ronggo Prawirodirjo III) tidak layak dikuburkan di Banyusumurup yang notabene adalah kuburan orang-orang yang berdosa, sehingga kemudian beliau memindahkan dari Banyusumurup dibawa ke Magetan, di perbatasan Madiun Magetan itu, di Gunung Bancak. Dijadikan satu dengan istrinya, yang dikuburkan di atas Gunung Bancak di sana. Karena memang itu wasiatnya dulu," ungkapnya. 

Pemindahan tersebut kemudian dinilai sebagai upaya membersihkan nama Ronggo Prawirodirjo III yang dianggap sebagai pemberontak. Ronggo Prawirodirjo III merupakan mertua dari Pangeran Diponegoro yang belakangan tengah ramai diusulkan oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto agar makamnya dipindahkan dari Makassar ke Yogyakarta.

Margana menilai usulan tersebut wajar dan tak perlu dipolitisasi. Sebab menurutnya yang paling penting pemindahan tersebut harus disepakati oleh semua pihak.

"Secara historis (memindahkan makam) itu sudah biasa itu, memulangkan kembali. Misalnya, Syekh Yusuf itu yang di Afrika Selatan itu, itu ternyata para pengikutnya di sana di Afrika Selatan itu tidak rela juga. Sehingga untuk agar keramat yang ada di Afrika Selatan itu, itu bisa tetap dipertahankan, maka waktu itu kemudian disisakan kelingking jarinya Syekh Yusuf ditinggalkan di sana," ucapnya. 

"Jadi tidak semua tubuhnya dibawa, tapi ada tulang jari kelingkingnya itu ditinggalkan di sana agar tetap bisa dianggap sebagai keramat dan makam di sana sebagai penghormatan," ungkapnya. 

Selain itu Margana mengungkapkan makam Hamengkubuwono VI juga pernah dipindahkan dari Ambon ke Kompleks Pemakaman Raja Imogiri, Bantul. Meski tidak ada lagi jasadnya, namun bekas makam Hamengkubuwono VI di Ambon masih tetap dirawat oleh keluarganya hingga saat ini.

"Yang di Ambon itu Pak HB VI itu kan diam-diam mendukung Pangeran Diponegoro juga. Nah, di sana itu kuburannya masih dirawat oleh keluarga Pangeran Diponegoro yang di Ambon itu. Persis di depan rumah dari seorang keluarga Pangeran diponegoro yang di Ambon," katanya.

Sebelumnya, Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto mengusulkan agar makam Pangeran Diponegoro yang saat ini berada di Makassar dipindahkan ke Yogyakarta. Mengomentari usulan tersebut, Dosen Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM), Sri Margana menilai, pemindahan makam Pangeran Diponegoro bakal sulit dilakukan meski alih waris mengizinkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement