Senin 24 Jul 2023 08:10 WIB

Keren! Mahasiswa UMM Ciptakan Alat Pendeteksi Kualitas Udara 

Alat pengukur kualitas udara ini menggunakan pemrograman fuzzy logic.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Fernan Rahadi
Sejumlah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang tergabung dalam sebuah tim berhasil menciptakan alat pengukur kualitas udara.
Foto: Humas UMM
Sejumlah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang tergabung dalam sebuah tim berhasil menciptakan alat pengukur kualitas udara.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Sejumlah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), yang tergabung dalam sebuah tim berhasil menciptakan alat pengukur kualitas udara. Alat ini diklaim mampu memberikan notifikasi ke komputer dan ponsel lewat aplikasi serta email tentang kualitas udara secara real time.

"Bahkan, juga mampu mengukur kadar oksigen, karbondioksida, karbon monoksida, ammonium, suhu, serta kelembapan udara secara real time," kata Koordinator Tim, Fakhran Hawarai dalam pesan pers yang diterima Republika

Baca Juga

Menurut Fakhran, alat pengukur kualitas udara ini menggunakan pemrograman fuzzy logic sebagai pemberi keputusan. Dengan begitu, alat dapat memberikan keputusan apakah udara tersebut baik atau tidak. Adapun timnya menggunakan indikator standar internasional.

Setidaknya terdapat 27 aturan fuzzy yang nantinya akan memproses sensor mq135. Dari situ, pihaknya dapat mendeteksi kadar dari karbon monoksida, karbon dioksida, dan ammonium yang terdapat di lokasi. Dilanjutkan dengan memberikan keputusan terkait indeks kualitas udara yang ada, mulai dari taraf baik, sedang, hingga buruk. 

Kemudian alat tersebut juga memberikan notifikasi pada aplikasi Blink yang ada pada ponsel. Bahkan, juga menyampaikan pesan ke komputer dan juga memberikan email.

Dia menegaskan, alat timnya sudah diuji di berbagai lokasi di Kota Malang, termasuk daerah Sigura-gura. Keakuratan dari alat ciptaannya berada di kisaran 90 persen dengan membandingkan alat tersebut dengan alat-alat pendeteksi udara yang ada. Hal ini sekaligus membandingkan data real time suhu dan kelembapan udara dari BMKG.

Sejauh ini, kata dia, tingkat kesalahannya kurang dari 10 persen. "Sementara jika dibandingkan dengan data kelembapan serta suhu di BMKG, hanya memiliki selisih lima persen saja,” ungkapnya.

Menurut dia, alat tersebut hanya membutuhkan daya rendah dalam pengoperasiannya. Dalam hal ini hanya menggunakan 5 volt atau menggunakan baterai litium untuk menghidupkannya. Biaya produksinya juga cukup terjangkau di kisaran Rp 500 ribu rupiah.  

Nantinya, alat ini akan dikembangkan dengan membuat situs khusus yang dapat diakses bebas oleh masyarakat umum. Titik penempatan alat juga akan ditambah untuk memperluas jangkauan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement