REPUBLIKA.CO.ID, REMBANG -- Petani garam di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, mendapatkan keuntungan dari dampak fenomena El Nino, yang mengakibatkan musim kemarau lebih panjang dari biasanya. Hal ini karena produksi garam meningkat menyusul cuaca panas dan kering.
"Pada Juni 2023, cuacanya masih ada hujan sehingga proses pembuatan garamnya agak lama. Sedangkan saat ini setelah airnya matang dan dituang di lahan pengeringan dalam waktu sepekan sudah bisa dipanen," kata Mundi, salah seorang petani garam asal Desa Dresi Kulon, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang.
Selain cuacanya panas, kata dia lagi, juga disertai angin timur yang cukup kencang, sehingga mempercepat proses pembuatan garamnya. Setiap kali panen, kata dia, bisa menghasilkan lima kuintal garam.
Meskipun lahan yang digunakan untuk pembuatan garam masih berupa tanah tanpa menggunakan media geoisolator atau plastik pelapis tambak garam. Hal senada juga disampaikan petani garam lainnya, Kasipin, yang mengakui sejak Juli hingga sekarang panennya memang meningkat.
"Biasanya hanya 2,5 ton garam setiap pekannya, kini bisa mencapai lima ton dalam sepekan," ujarnya. Kebetulan, kata dia pula, lahan yang digunakan untuk pembuatan garam mencapai satu hektare lebih dan menggunakan media geoisolator.
Sehingga produksinya lebih cepat dan hasilnya cukup banyak. Hal itu, menurutnya lagi, karena didukung cuaca terik yang disertai angin timur, sehingga proses pengkristalan air garam menjadi lebih cepat dari sebelumnya bisa mencapai tiga hingga empat hari, kini cukup dua hari bisa langsung dipanen.
Hanya saja, kata Kasipin, harga jual garamnya saat ini turun karena Juni 2023 bisa mencapai Rp 4.000 per kilogramnya, kini hanya laku Rp 1.000 per kg. Meskipun demikian, petani tetap mendapatkan keuntungan karena produksinya meningkat, sehingga potensi pendapatannya juga cukup besar.