Kamis 31 Aug 2023 09:24 WIB

Pakar Hukum UMM Soroti Temuan Kasus Terorisme di BUMN 

Wahyudi menilai aturannya sudah memadai dan cukup mengakomodasi.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi Terorisme
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Terorisme

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Terorisme menjadi salah satu ancaman besar bagi setiap negara, termasuk Indonesia. Paham ini bahkan berhasil masuk ke dalam sistem Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan ditemukannya salah satu pegawai BUMN yang diduga terafiliasi dengan jaringan teroris ISIS.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Wahyudi Kurniawan menyatakan, pelaku terorisme memiliki jaringan yang membahayakan dan berupaya merusak sistem yang sudah ada. Tindak pidana terorisme itu bersifat laten sehingga tidak menutup kemungkinan dapat masuk ke seluruh lini. "Termasuk BUMN sekalipun,” jelasnya.

Baca Juga

Secara definitif, terorisme merupakan perbuatan kejahatan yang menggunakan ancaman maupun kekerasan yang menimbulkan suasana teror dan menakutkan, hingga menimbulkan kerusakan atau kejatuhan korban. Menurut Yudi, terorisme adalah bahaya laten yang tidak bisa dilihat di permukaan kecuali diinvestigasi secara mendalam.

Dari perspektif hukum, regulasi dan aturan sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Undang-undang ini lengkap mengatur termasuk pada upaya pencegahan.

Secara regulasi undang-undang, ia menilai, aturannya sudah memadai dan cukup mengakomodasi. Namun regulasi harus terus diperbarui sesuai perkembangan kondisi yang ada. Sebab, bisa jadi 10 sampai 20 tahun ke depan muncul gaya baru terorisme yang membahayakan.

Walaupun secara regulasi sudah memadai, masih terdapat celah hukum yang masih perlu diperbaiki. Salah satunya adalah aspek penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam menjalankan peraturan atau penangkapan pelaku terorisme. Indonesia harus mempertimbangkan apakah hukum yang sudah lama berlaku masih relevan dan masih selaras dengan HAM atau tidak.

Penegak hukum harus tetap berpegang pada prinsip HAM. Hal ini karena sejahat dan separah apapun pelaku terorisme, sudah ada SOP yang mengatur. "Setiap manusia memiliki hak asasi yang diberikan sejak lahir serta memiliki hak hukum yang sama. Kecuali jika mereka melawan, maka aparat berhak mengambil tindakan tegas,” jelasnya dalam pesan resmi yang diterima Republika. 

Wahyudi menambahkan, terorisme ini harus dicegah sedini mungkin. Kemudian memberikan nilai-nilai yang baik sejak kanak-kanak hingga menyelenggarakan berbagai kegiatan yang mendorong masyarakat untuk tidak terjerumus dalam lingkaran terorisme. Tidak hanya penegak hukum, semua stakeholder harus turut andil mulai dari masyarakat, pemerintah, bahkan institusi pendidikan.

Hal yang pasti, kata dia, harus terus mengedukasi dan menjauhi terorisme dengan berpegang teguh pada ideologi Pancasila dan keyakinan masing-masing. Maka itu, peran masyarakat dan pemerintah dalam menguatkan ideologi pancasila harus terus ditekankan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement