Ahad 03 Sep 2023 04:49 WIB

ASIASAFE Soroti Tingginya Tingkat Lakalantas di Jalan Srandakan Bantul

Hampir di sepanjang Jalan Srandakan terdapat titik kecelakaan lalu lintas.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Yusuf Assidiq
Kecelakaan lalulintas (ilustrasi)
Foto: Antara
Kecelakaan lalulintas (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Jalan Srandakan yang berlokasi di Bantul dianggap sebagai salah satu dari lima lokasi paling rawan dan penyumbang kecelakaan lalu lintas tertinggi di Yogyakarta. Berdasarkan data dari Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda DIY, sebanyak 36.881 kendaraan bermotor mengalami kecelakaan dalam kurun waktu empat tahun selama periode 2018-2021.

Sebagai konsorsium yang mengangkat isu keselamatan berlalu lintas, ASIASAFE yang diinisiasi oleh ERASMUS+ melakukan kunjungan ke Jalan Srandakan untuk mengamati secara langsung kondisi jalan tersebut.

Lawatan ini menjadi bagian dari Summer School Road Traffic Safety yang diselenggarakan oleh ASIASAFE. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang merupakan salah satu anggota konsorsium ini juga menjadi salah satu tuan rumah dari Summer School hingga 7 September 2023 tersebut.

Ketua dari Summer School Road Traffic Safety UMY Dr Noor Mahmudah menjelaskan jika tingginya kecelakaan di Jalan Srandakan disebabkan juga oleh kurangnya instrumen pelengkap jalan. Hampir di sepanjang Jalan Srandakan terdapat titik kecelakaan lalu lintas, yang menjadikan tingginya tingkat kecelakaan di sana.

"Kami pun berpikir, apa yang salah dengan jalan tersebut? Setelah dilakukan pengamatan dapat diketahui di Jalan Srandakan ini sangat kurang di beberapa hal, yakni marka jalan, rambu lalu lintas, dan pembatas jalan,” ujar Noor.

Noor juga mengkritisi tingkat kecelakaan secara umum di Indonesia yang masih sangat tinggi, jika dibandingkan dengan negara di Eropa yang sudah menerapkan pendekatan untuk mengakhiri kecelakaan lalu lintas bernama Vision Zero.

“Masih jauh bagi Indonesia untuk mencapai tingkat kecelakaan yang rendah, bahkan hingga saat ini masih cenderung naik. Indonesia masih menargetkan untuk menurunkan tingkat kecelakaan hingga 50 persen di 2030,” ungkapnya.

Dengan adanya pengamatan langsung di daerah rawan kecelakaan lalu lintas, peserta Summer School Road Traffic Safety UMY yang terdiri dari mahasiswa S2 Teknik Sipil pun diharapkan tidak hanya dapat menjadi eksekutor di lapangan namun juga pengambil kebijakan di masa depan.

Menurut Noor, ini sesuai dengan tujuan dari konsorsium ASIASAFE, di mana kurikulum yang disusun dapat diimplementasikan bukan untuk level mahasiswa S1 namun mahasiswa S2. Apalagi Indonesia dapat dikatakan masih sangat berbahaya di bidang keselamatan di lalu lintas.

Ia meniai, target turunnya tingkat kecelakaan hanya akan menjadi jargon jika tidak ada payung kebijakan yang jelas sebagai arah pelaksanaannya.

"Kami merasa melalui Summer School bagi mahasiswa lulusan S2 Teknik Sipil ini, khususnya di bidang keselamatan lalu lintas dan jalan dapat memberikan kontribusi dari ilmu mereka dalam mewujudkan aksi nyata melalui pengambilan kebijakan,” ujar Noor. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement