Rabu 11 Oct 2023 02:11 WIB

Kemarau Panjang, Kabupaten/Kota di Jateng Diminta Petakan Wilayah Krisis Air

Pemetaan ini guna menentukan skala prioritas sasaran bantuan.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Musim kemarau. Ilustrasi
Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Musim kemarau. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pemerintah kabupaten/kota di Jawa Tengah diminta memetakan wilayah di daerahnya yang rawan terhadap dampak krisis air bersih. Ini merupakan akibat musim kemarau yang masih berlanjut hingga memasuki pekan kedua Oktober tahun ini.

Pemetaan wilayah rawan krisis air bersih ini sangat diperlukan guna menentukan skala prioritas sasaran bantuan, setelah dampak musim kemarau terus meluas di sejumlah daerah di Jateng.

Penjabat (Pj) Gubernur Jateng, Nana Sudjana mengatakan, sejumlah daerah sampai saat ini sudah banyak yang mengalami kekurangan air bersih.

Untuk itu daerah diminta melakukan pemetaan daerah/wilayah yang rawan krisis air bersih dan harus mendapatkan prioritas bantuan penyaluran air bersih untuk warga yang terdampak.

“Saya minta wilayah rawan krisi air bersih ini betul-betul dipetakan dengan baik, koordinasikan dengan masing-masing PDAM dan segera dibantu,” jelasnya, di Semarang, Selasa (10/10/2023).

Ia juga menyampaikan, tugas pemerintah untuk memberi pelayanan kepada masyarakat. Wilayah-wilayah di kabupaten/kota yang rawan kekeringan harus menjadi perhatian.

Apalagi, daerah yang berada di ketinggian, karena biasanya daerah tersebut lebih sulit mendapatkan air. Selain kebutuhan air bersih, saya juga mengingatkan kembali soal meningkatnya potensi kebakaran.

Sebab, sudah terjadi kebakaran besar belakangan ini. Antara lain kebakaran hutan di Gunung Lawu Karanganyar, kebakaran TPA Putri Cempo Surakarta, TPA Jatibarang Kota Semarang, dan lainnya.

Maka itu pemda harus lebih gencar lagi untuk mengingatkan masyarakatnya, agar tidak lalai dalam melakukan berbagai aktivitas yang berpotensi menimbulkan atau memicu terjadinya bencana kebakaran.

“Gencarkan sosialisasi dan imbauan kepada masyarakat, karena tidak jarang pemicu kebakaran berawal dari persoalan yang sederhana, misalnya membuang puntung rokok sembarangan,” tegasnya.

Selain sosialisasi yang gencar, khusus di kawasan TPA, Nana mengusulkan agar ada petugas jaga atau dipasang CCTV. Tujuannya agar aktivitas petugas ataupun masyarakat yang keluar masuk TPA, terpantau dengan baik.

Sebab, dampak kebakaran di beberapa daerah cukup besar, salah satunya kabut asap yang mengganggu pernafasan. “Ini perlu dibangun kesadaran bersama agar masyarakat ikut mengantisipasi terjadinya kebakaran yang dampak sosialnya juga besar,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement